Rabu 05 Mar 2014 15:25 WIB

Perjanjian Kerja Sama Monorel Masih Mandek

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Fernan Rahadi
Tiang monorel yang belum rampung.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Tiang monorel yang belum rampung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga memasuki pekan pertama Maret 2014, pembahasan perjanjian kerjasama proyek monorel masih mandek. Hingga kini, antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan PT Jakarta Monorail (JM) belum menemukan kata sepakat dalam beberapa poin penting yang ada dalam perjanjian kerjasama.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, salah satu hal yang masih dibahas yaitu permasalahan tarif. Menurut Jokowi, belum ada kata sepakat antara Pemprov dengan PT JM mengenai masalah ini.

"Kita ingin tarif yang masuk logika saja. Jangan sampai tarif dibesar-besarkan atau dikecilkan. Artinya rasional lah," ujar mantan Wali Kota Solo tersebut usai melakukan rapat dengan direksi PT JM di Balai Kota, Rabu (5/3).

Menurut Jokowi, Pemprov tidak bisa menentukan tarif sendiri untuk Monorel. Sebab, proyek ini murni dibangun oleh swasta, bukan berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sehingga, PT JM harus membuat perhitungan tarif yang paling rasional agar bisa disetujui oleh Pemprov.

"Kita ini kan sangat hati-hati. Kita ingin tahu hitungannya seperti apa. Kalau  hitung-hitungannya tidak jelas ya saya tidak mau tandatangan," kata Jokowi.

Sementara itu, Deputi Gubernur Bidang Transportasi Soetanto Suhodo mengatakan, poin lain yang masih menjadi pembahasan yaitu mengenai besaran uang jaminan proyek. Menurut dia, PT JM menginginkan uang jaminan hanya 0,5 persen dari total proyek yang bernilai Rp 11 triliun tersebut. Sementara, Pemprov menginginkan agar uang jaminan berkisar 1 sampai 1,5 persen.

"Kita inginkan yang masuk akal saja. Kita punya contoh proyek jalan tol saja uang jaminannya 1 persen," kata Soetanto.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement