Rabu 05 Mar 2014 19:56 WIB

KPK Investigasi Bus Rusak DKI

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Antara/ Red: Karta Raharja Ucu
 Seorang petugas memperbaiki bus TransJakarta yang mogok di Jalan Gunung Sahari Raya, Jakarta Pusat, Selasa (25/2). (foto: Raisan Al Farisi)
Seorang petugas memperbaiki bus TransJakarta yang mogok di Jalan Gunung Sahari Raya, Jakarta Pusat, Selasa (25/2). (foto: Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan investigasi dalam kasus rusaknya 13 bus Transjakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB). Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, investigasi tersebut dilakukan setelah pihaknya mendapat laporan dari Forum Warga Jakarta.

“Saat ini, kita masih mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket) terkait kasus itu,” ujar Samad saat mendatangi di Balai Kota, Jakarta, Selasa (4/3). Kedatangan Samad ke Balai Kota untuk menyaksikan penandatanganan komitmen dan sosialisasi program pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pria berusia 47 tahun itu menjelaskan, hasil investigasi nantilah yang menentukan apakah kasus itu layak untuk dilanjutkan pada tingkat penyelidikan atau tidak. Setelah tahap penyelidikan, selanjutnya adalah tahap penyidikan. “Masih jauh prosesnya,” kata pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 27 November 1966, itu.

Namun, Samad tidak akan mendorong Pemprov DKI melaporkan kasus bus rusak secara resmi ke KPK. Sebab, menurut Samad, korupsi bukan merupakan delik aduan. Sehingga, KPK tetap bisa masuk ke dalam kasus ini meskipun Pemprov DKI tidak membuat laporan. Syaratnya, kata Samad, KPK harus terlebih dahulu mendapatkan bukti-bukti awal.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur DKI Joko Widodo mengaku sudah menyerahkan kasus tersebut ke Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk dilanjuti. Jokowi mengatakan, ia akan menunggu hasil penyelidikan BPKP terlebih dahulu sebelum melaporkan ke KPK.

Jokowi, sapaan akrab Joko Widodo, mengakui ada indikasi penyimpangan pemakaian dana membeli sejumlah unit armada bus Transjakarta dan BKTB. Karena itu, Jokowi siap dipanggil KPK terkait pengadaan 310 bus Transjakarta jenis gandeng dan 346 bus sedang BKTB itu. “Kalau dipanggil KPK, ya saya siap saja. Memang harus siap. Memang ada penyimpangan. Tapi, saya tidak mau mendahului hasil penyelidikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,” kata gubernur kelahiran Solo, Jawa Tengah, 52 tahun silam, itu.

Dijelaskan Jokowi, kerusakan dan kondisi tidak wajar membuka indikasi penyimpangan pengadaan bus impor asal Cina itu. Harga bus impor dengan reputasi belum diketahui itu lebih mahal ketimbang harga produk buatan Eropa yang sudah teruji kualitasnya, semisal Volvo buatan Swedia. Walau diklaim baru alias gress dari pabriknya di Cina, bodi dan beberapa bagian mesin bus-bus tersebut banyak yang berkarat.

Lima unit bus Transjakarta gandeng dan delapan unit BKTB ditemukan berkarat saat diturunkan dari kapal di Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta Utara. Diduga 13 bus itu adalah bus rekondisi. “Saya tidak mau banyak komentar dulu. Saya juga tidak ingin terburu-buru untuk mengambil kesimpulan investigasi. Maka itu, saya minta BPKP mengaudit kembali sampai betul-betul rampung,” ujar mantan wali kota Solo itu.

Wakil Gubernur DKI Basuki Purnama menegaskan tidak akan melunasi pembayaran atas pembelian ratusan bus bermerek Ankai. “Kami baru bayar uang muka sebesar 20 persen. Kalau importir Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) tetap melakukan penagihan, kita juga tidak akan tinggal diam,” ucap dia.

Ahok, sapaan akrab Basuki, menjelaskan, Pemprov DKI sengaja tidak menyerahkan kasus tersebut langsung ke KPK. Sebagai tahapan yang harus dilakukannya, karena KPK bersifat eksternal, pelimpahan ke BPK lebih diutamakannya. “Kalau KPK kan eksternal. Kalau BPK turun jadi proses di dalam pemerintahan begitu. Kita bukan kirim surat ke KPK. Pasti kirim surat kepada BPK. Nah, hasil temuan BPK baru diserahkan pada jaksa atau polisi,” kata mantan bupati Belitung Timur itu.

Inspektorat menemukan kejanggalan dalam dokumen-dokumen lelang, seperti penggelembungan harga dan pemenang tender yang telah ditentukan. Harga asli bus di Cina diduga senilai Rp 1 miliar, tapi dalam dokumen malah ditulis Rp 3 miliar. Dinas Perhubungan DKI Jakarta selaku pemegang kuasa anggaran sekaligus panitia lelang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement