Kamis 06 Mar 2014 18:51 WIB

Penjarakan Pelaku Kumpul Kebo (1)

Rep: Mohammad Akbar/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Sudah saatnya pemberian hukuman kepada pelaku seks bebas diberlakukan secara tegas dan jelas.

Membicarakan seks bebas di negeri ini rasanya bukan lagi menjadi hal yang tabu. Entah karena sikap sebagian masyarakat yang sudah begitu permisif ataukah memang tak adanya aturan hukum yang tegas untuk menjerat pelaku kumpul kebo.

Kumpul kebo merupakan kiasan bagi para pelaku seks bebas, yaitu yang hidup bersama tanpa ada ikatan pernikahan. Merujuk data yang dilansir oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2009, perilaku seks bebas yang terjadi di kalangan remaja sudah menyentuh 35,9 persen.

Data tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya. “Saat ini, memang sudah terjadi pergeseran nilai etika budaya dan nilai agama di masyarakat kita. Itu juga yang kemudian membuat maraknya praktik kumpul kebo,” kata Ketua Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) Ardi Oktorio.

Sejalan dengan kian menjamurnya praktik kumpul kebo dan seks bebas, pemerintah dan DPR kini sedang menggodok rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam Pasal 485 Rancangan KUHP disebutkan, “Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana paling banyak Rp 30 juta. Hukuman ini bersifat alternatif, yaitu hakim dapat memilih apakah dipidana atau didenda.”

Terkait masuknya pasal soal kumpul kebo dalam RUU KUHP, Rio menyambutnya dengan sikap positif. Menurut dia, hukuman kepada para pelaku kumpul kebo sudah saatnya diberlakukan secara jelas. “Ini sebuah political will yang bagus dari pemerintah untuk mengatasi persoalan (seks bebas) ini,” ujarnya.

Adanya rancangan semacam ini, menurut Rio, diharapkan dapat menjadi stimulan untuk mengembalikan remaja ke 'jalan yang benar'. Jalan yang benar tersebut merujuk pada penguatan kembali norma agama dan nilai etika budaya luhur negeri ini pada kaum muda.

“Sekarang ini, memang ada kesan masyarakat telah tutup mata. Padahal, secara agama sudah banyak ustaz yang mengingatkan hal ini. Sayangnya, tetap saja hal itu terjadi,” keluhnya.

Namun demikian, pria yang masih berstatus sebagai mahasiswa Universitas Bakrie ini tetap mengingatkan agar pemerintah dapat memberikan solusi terbaik kepada remaja yang melakukan praktik kumpul kebo. “Misalnya saja, diberikan kemudahan untuk akses menikah bagi remaja yang melakukan hal itu.”

Sementara, untuk berperan serta mencegah terjadinya praktik kumpul kebo, Rio bersama kawan-kawannya yang tergabung dalam RISKA selalu rutin menggelar kegiatan produktif.

Kegiatan tersebut sebagai upaya mengalihkan perhatian kaum remaja untuk melakukan hal-hal yang terlarang secara agama. Ia menyebutkan, setiap Sabtu malam pihaknya kerap menggelar berbagai macam kegiatan yang mengajak remaja untuk datang ke masjid.

“Yang pasti, untuk mengatasi masalah ini perlu ada alternatif pilihan bagi remaja. Mengajak mereka untuk bersedia datang ke masjid memang sebuah pilihan. Jika seluruh masjid selalu membuat kegiatan di malam Minggu, tentunya hal ini bisa menjadi alternatif pilihan ketimbang mereka harus pacaran,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement