Selasa 08 Jun 2021 16:02 WIB

Politisi PKB Tanggapi Pasal Kumpul Kebo dalam RKUHP

Agama dan adat menjadi alasan yang tepat untuk mempidanakan kumpul kebo.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Abdul Kadir Karding
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Abdul Kadir Karding

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding menanggapi pasal yang bisa dikenakan terhadap pelaku kumpul kebo. Sanksi kepada mereka diatur dalam draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Karding menyampaikan, nilai-nilai agama menjadi pegangan masyarakat Indonesia dalam kehidupan. Sehingga menurutnya wajar bila ada regulasi mengenai kumpul kebo.

"Saya sangat mendukung kalau kumpul kebo itu dipidanakan. Karena, walau negara kita tidak berasaskan agama, tetapi nilai-nilai agama wajib kita pegang sebagai bagian dari aktivitas keseharian," kata Karding kepada Republika, Selasa (8/6).

Selain faktor nilai agama, Karding menyebut, perilaku kumpul kebo tak sesuai dengan adat istiadat di Indonesia. Anggota DPR RI itu menilai, masyarakat Tanah Air tak boleh terbiasa menunjukkan atau membiarkan perilaku semacam itu.

"Dua faktor ini (agama dan adat) menjadi alasan yang tepat untuk mempidanakan kumpul kebo, jangan sampai tindakan semacam itu jadi tradisi biasa. Padahal ini merusak adat istiadat dan kepercayaan kita terhadap praktek keagamaan sehari-hari," ujar mantan timses Jokowi-Ma'ruf tersebut.

Berdasarkan draft RKUHP yang diterima Republika pada Selasa (8/6), muncul perluasan definisi zina. Disebutkan, bahwa delik zina hanya dilakukan oleh pasangan yang satu atau kedua-duanya terikat perkawinan. Bila kedua pasangan sama-sama masih lajang dan dewasa, tidak kena delik.

Dalam Pasal 418 RUU KUHP, pasal zina akan diperluas terhadap siapa pun yang hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan atau biasa disebut istilah 'kumpul kebo'. Berikut bunyi Pasal 418 ayat 1 itu:

"Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II"

Denda Kategori II adalah maksimal sebesar Rp10 juta. Tetapi, tidak semua 'kumpul kebo' bisa dikenai delik. Ada syaratnya, yaitu wajib ada aduan dari suami, istri, orang tua, atau anaknya. Kepala desa (kades) juga bisa mengadukannua ke polisi kalau di wilayahnya ditemukan pasangan 'kumpul kebo'. Hanya saja, aduan kades atas persetujuan keluarga pelaku.

"Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, orang tua, atau anaknya," demikian bunyi Pasal 418 ayat 3.

Walau demikian, pengaduan tidak bisa diajukan oleh wali atau keluarga sedarah dalam garis lurus. Khusus untuk pasal 'kumpul kebo', pengaduan bisa dicabut kapan pun sepanjang sidang belum dimulai.

"Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai," demikian bunyi pasal 418 ayat 5. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement