REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet Dipo Alam membantah klaim Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) yang menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setuju meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Dipo mengatakan hingga kini Presiden SBY belum meneken Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang standarisasi tembakau sesuai amanah FCTC. "Sampai saat ini ratifikasi FCTC belum kami terima. Dan tidak ada yang mengatakan Presiden sudah menyetujui ratifikasi FCTC. (Klaim) itu dari Kemenkes atau dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat," ujar Seskab Dipo Alam di Jakarta, Jumat (7/3).
Menurut Dipo, banyak pertimbangan mengapa Presiden hingga kini belum juga meneken Perpres tersebut. Salah satunya adalah memperhatikan nasib petani tembakau.
Saat ini, jelas Dipo, industri rokok dan tembakau petani sangat penting dalam perekonomian nasional. Dari produk itu, penerimaan negara dari cukai mencapai Rp 110 triliun. Kalau digabung dengan pajak-pajak lain dari industri ini, penerimaan negara bisa mencapai Rp 150 triliun. Menurut Dipo faktor itu yang membuat Presiden tidak akan gegabah meratifikasi FCTC.
"Jadi saya hendak luruskan belum ada dan tidak ada yang mengatakan bahwa presiden telah menyetujui untuk ratifikasi daripada FTCT itu," ungkapnya.
Karenanya, Dipo meminta para petani tembakau dan cengkeh tidak khawatir dan tidak melakukan aksi unjuk rasa terkait ratifikasi FCTC ini.
Selain itu, lanjut Dipo, dilihat dari segi kesehatan, masih banyak masalah lain yang lebih membunuh dibandingkan rokok. "Kan, banyak masalah kesehatan yang lebih membunuh saya kira. Contoh seperti penyakit sekarang, stroke, saya kira itu juga banyak," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan, Presiden sejak awal sudah mendukung ratifikasi FCTC. Namun diakui Nafsiah, dukungan resmi berupa penandatanganan naskah belum dilakukan.