Oleh: Nashih Nashrullah
Bila mencermati fatwa Deputi Sekjen Persatuan Ulama se-Dunia Syekh Salman bin Fahd al-Audah, akan didapati apa saja kriteria bolehnya obrolan lawan jenis sebagaimana yang dimaksud Dar al-Ifta' tersebut. Sekalipun dia sepakat ketentuan umum chatting lawan jenis itu hukumnya haram.
Sosok yang pernah dilarang mengajar oleh Kerajaan Arab Saudi tersebut memaparkan deretan syarat itu, antara lain, hendaknya tidak perlu mengumbar foto atau menggunakan fitur video, pengumbaran gambar itu sama sekali tak penting.
Cukup dengan tulisan, tidak usah memakai komunikasi suara. Bila memang menuntut adanya suara, tetap menjaga etika.
Misalnya, berbicara dengan gaya bahasa yang normal dan sewajarnya. “Maka, janganlah kamu tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS al-Ahzab [33]: 32).
Syarat berikutnya, obrolan tersebut terfokus dan serius, bukan sekadar humor belaka atau membahas topik-topik yang tak perlu atau sebaliknya, memancing kepada tindakan negatif.
Dan, tetap waspadalah. Jangan mudah terlena. Dunia maya acap kali dijadikan ajang tipu-menipu oleh oknum yang kurang bertanggung jawab.
Tak sedikit para teman pasangan di dunia maya itu tak jelas identitasnya, bahkan kebanyakan “hantu”, seperti laki-laki yang memakai identitas perempuan, begitu sebaliknya. Pastikan latar belakang dan motif seseorang hendak berkenalan di dunia maya.
Melihat kriteria ketat yang dipaparkan Syekh Salman di atas, memang tampaknya langka dijumpai. Karena itu, mayoritas ulama dan lembaga fatwa sepakat melarang obrolan antarlawan jenis yang dilangsungkan lewat beragam aplikasi chatting tersebut.
Penegasan ini terlihat dari fatwa yang dikeluarkan lembaga fatwa resmi sejumlah negara, antara lain, Arab Saudi, Bahrain, Yordania, dan Uni Emirat Arab.
Syekh Shalih al-Munjid, pentolan ulama Arab Saudi, menyerukan agar menghindari berbagai bentuk obrolan antarlawan jenis yang bukan mahram melalui dunia maya. Ini didasari atas bermacam dampak yang diakibatkan dari obrolan yang berlebihan dan melampaui batas.
Perbincangan ini kerap menjadi titik awal dari tindakan negatif dan membuat candu bagi kedua belah pihak. Ketergantungan pun muncul. Hal itu bisa merusak kekhusyukan hati, bahkan melenakan dari aktivitas dunia.
Mengantisipasi hal itu terjadi maka kegiatan serupa dilarang. Bukan karena dianggap sebagai bentuk khalwat, melainkan berduan ngobrol lewat media-media di atas termasuk salah satu pintu fitnah yang besar.