Selasa 11 Mar 2014 06:47 WIB

Saat Polwan Kalah dengan Pesepakbola (Bagian-1)

Rep: c64/ Red: Damanhuri Zuhri
Anggota Polisi Wanita saat mengikuti peragaan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat (25/11). ( Republika/Yasin Habibi)
Anggota Polisi Wanita saat mengikuti peragaan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat (25/11). ( Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mandeknya legalisasi penggunaan jilbab bagi polisi wanita (polwan) oleh Polri terus mendapat kecaman.

Usai aksi pengumpulan ribuan tanda tangan di Islamic Book Fair (IBF) 2014 untuk mendukung polwan berjilbab, Kongres Muslimah Indonesia pun mengkritik Polri yang tampak memperlambat proses tersebut.

Tak kurang, Khofifah Indar Parawansa sebagai Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) membandingkan apa yang terjadi di tubuh Korps Bhayangkara dengan proses serupa di tubuh Badan Sepak Bola Dunia (FIFA). 

“Untuk apa lagi ditunda-tunda? FIFA saja sudah menginzinkan pemain bola wanita untuk berjilbab,” jelas Khofifah saat ditemui usai menyampaikan materi di Kongres Muslimah Indonesia, Jumat (7/3) malam lalu.

FIFA resmi mengumumkan aturan pengenaan jilbab kepada para pemain sepak bola perempuan pada awal Maret lalu. Aturan tersebut melegalisasi pesepak bola berjilbab untuk bermain sepak bola atas pertimbangan religiositas.

Aturan tersebut dikeluarkan agar para pesepak bola Muslimah yang sehari-hari menutup aurat juga dapat mengenakan jilbab ketika bertanding.

Badan sepak bola tertinggi di dunia itu melarang jilbab bagi para pemain bola perempuan pada 2007 dengan alasan keselamatan. Larangan ini membuat gadis berjilbab berusia 11 tahun di Kanada dilarang bermain sepak bola.

Tim sepak bola putri Iran pun  didiskualifikasi karena menolak melepaskan penutup kepala mereka sebelum pertandingan melawan Yordania pada putaran kedua kualifikasi Olimpiade 2012.

Sama dengan Polri, FIFA pun mendapat kecaman. Alhasil, IFAB yang berpendapat lain dengan larangan FIFA memberi rekomendasi.

Dewan asosiasi sepak bola dunia itu kemudian membolehkan pengenaan penutup kepala bagi para pemain untuk diuji coba selama periode dua tahun.

Khofifah heran bukan kepalang. Faktanya, banyak pejabat badan sepak bola tersebut yang notabene bukan beragama Islam.

Mereka berbeda dengan para pejabat Polri yang di KTP-nya menuliskan Muslim. “Ini negara dengan mayoritas Islam terbesar di dunia kok, masih mikir-mikir. Heran saya.”

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement