REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim PN Tipikor menjatuhkan vonis penjara selama enam tahun kepada terdakwa Deddy Kusdinar. Vonis disusul dengan pembayaran denda sebesar Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis menyatakan, Deddy terbukti secara sah dan menurut hukum telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut.
"Mengadili dan menyatakan terdakwa bersalah, atas perbuatannya dan untuk tetap menyatakan terdakwa berada dalam penahanan," kata Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto, saat membacakan vonis, di PN Tipikor, Jakarta, Selasa (11/3).
Selain itu, hakim juga memaksa Deddy untuk membayar denda senilai Rp 300 juta. Denda, adalah uang pengganti lantaran kerugian negara akibat perbuatannya. Ditegaskan hakim, jika denda tidak dipenuhi selama satu bulan setelah inkraacht putusan Deddy diancam pidana tambahan enam bulan penjara.
Vonis ini sebenarnya lebih ringan dari tuntutan jaksa. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) awalnya mendesak majelis agar memenjarakan Deddy selama sembilan tahun penjara.
Dalam tuntutan, jaksa menyasar Deddy dengan dua tuduhan. Pertama, jaksa menggunakan pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU 20/2001 tentang tipikor, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Kedua, jaksa menggunakan pasal 3 jo pasal UU tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Namun, vonis dari majelis tidak mengabulkan tuntutan pertama. Putusan majelis mengatakan, perbuatan terdakwa hanya memenuhi unsur perbuatan pidana seperti dalam Pasal 3 jo pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Hakim Sutyo menerangkan, perbuatan Deddy punya tujuan untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain, atau suatu korporasi. Dikatakan hakim, perbuatan terdakwa sebagai penyelenggara negara telah memperkaya sembilan dan 32 sub korporasi jasa dan konsultan pembangunan kontstruksi P3SON Hambalang.