REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Abdul Djalil Fatah kembali menyampaikan keluhan masyarakat di perbatasan tentang minimnya perhatian pemerintah pusat terhadap eksistensi mereka.
"Mayoritas masyarakat yang saya temui di berbagai daerah di perbatasan mengeluhkan rusaknya infrastruktur jalan, sekolah, hingga perhatian terhadap sumber-sumber ekonomi masyarakat kecil dan menengah," kata Djalil di Samarinda, Minggu.
Ia mengatakan undang-undang mengamanatkan pemerintah pusat berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap wilayah perbatasan. Faktanya, meski kerap disambangi banyak pejabat dan menelan ribuan janji pembangunan, wilayah perbatasan masih jauh dari kata pembangunan yang merata.
"Menurut peraturan perundang-undangan, pengelolaan perbatasan merupakan bagian integral dari manajemen negara, yang secara operasional merupakan kegiatan penanganan atau mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan," kata Djalil.
Terlebih lagi, Mendagri Gamawan Fauzi yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pernah berujar, bahwa pendekatan yang dilakukan di wilayah perbatasan nantinya tidak akan terlalu terfokus pada keamanan, akan tetapi lebih ke arah kesejahteraan.
"Jenuh dengan kondisi itu, ancaman serius dilayangkan oleh warga perbatasan. Mereka rela lebih memilih menjadi warga negara Malaysia yang lebih memperhatikan kebutuhan keseharian mereka," kata Djalil.
Apalagi fakta yang memprihatinkan sudah terjadi belasan tahun lamanya warga perbatasan lebih mengenal mata uang Ringgit dari pada Rupiah. Bahkan dengan Ringgit, pemenuhan kebutuhan hidup mereka jauh lebih mudah ketimbang menggunakan Rupiah.
Politikus Partai Golkar tersebut mencontohkan salah satu hal yang paling dikeluhkan masyarakat adalah kerusakan infrastruktur badan jalan yang tidak hanya antardaerah, tetapi juga antarkampung dan desa kondisinya sangat memprihatinkan.
Kondisi yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan wilayah perbatasan negara tetangga yang selalu mendapat perhatian serius di semua lini pembangunan, katanya.
"Ketika saya terjun langsung ke masyarakat di Desa Sebuku, Muara Calong, Malinau Seberang dan Selatan, Tanjung Palas dan lainnya, mayoritas mengeluhkan rusaknya jalan. Padahal syarat utama pembangunan perekonomian adalah infrastruktur penghubung yang optimal," kata Djalil.
Dari laporan masyarakat, salah satu faktor utama penyebab rusaknya jalan adalah melintasnya alat berat pengangkut sawit dan lainnya yang bebannya melebihi kapasitas jalan, katanya.
"Pemerintah pusat harus membuka mata lebar-lebar dan sesering mungkin terjun langsung ke daerah-daerah perbatasan agar segala bentuk kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Mereka sudah kenyang dengan janji. Sudah saatnya pembuktian," katanya.