REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) dan Eropa menargetkan kalangan dekat Presiden Rusia Vladimir Putin dengan menjatuhkan sanksi terhadap pejabat-pejabat tinggi guna Kremlin menarik diri dari tindakannya mencaplok Crimea.
Penjatuhan sanksi itu muncul setelah Crimea memisahkan diri dari Ukraina, memutuskan untuk bergabung dengan Rusia melalui pemungutan suara yang dianggap Kiev dan Barat tidak memiliki keabsahan.
"Kita telah dipandu oleh prinsip dasar," kata Presiden AS Barack Obama di Gedung Putih, satu hari setelah desakannya terhadap mitranya dari Rusia, Putin, disikapi dengan telinga tertutup.
"Masa depan Ukraina harus ditentukan oleh rakyat Ukraina. Ini berarti kedaulatan dan kesatuan wilayah Ukraina harus dihormati dan hukum internasional harus dijunjung tinggi."
Langkah-langkah yang terkoordinasi akan membekukan aset-aset para pembantu kunci presiden Rusia dan para anggota parlemen serta menargetkan para pemimpin separatis Crimea dan presiden terguling Ukraina, Viktor Yanukovych.
"Jika Rusia terus melakukan campur tangan di Ukraina, kami siap menerapkan sanksi-sanksi lebih jauh," kata Obama, memperingatkan. Ia mengumumkan bahwa Wakil Presiden AS Joe Biden akan berangkat ke Eropa untuk melakukan koordinasi dengan sekutu-sekutu AS.
Obama mengatakan penyelesaian diplomatik terhadap krisis itu masih dimungkinkan jika Rusia menarik pasukannya kembali ke barak-barak di Crimea serta membolehkan para pengamat asing untuk melakukan kegiatannya dan setuju untuk bernegosiasi dengan Ukraina.
"Provokasi-provokasi lebih jauh hanya akan mengucilkan Rusia dan menghilangkan keberadaan mereka di dunia," kata Obama kembali menegaskan.
Para Menteri Luar Negeri Uni Eropa (EU) pada hari Senin (17/3) mengungkapkan penerapan larangan bepergian serta pembekuan aset terhadap 13 pejabat Rusia dan delapan pejabat Ukraina dari Crimea.
EU tidak merinci siapa yang menjadi target sanksi, namun pejabat-pejabat AS mengatakan daftar EU itu akan diumumkan secara terbuka pada hari Selasa (18/3).