Jumat 21 Mar 2014 20:27 WIB

Hak Spiritual Istri

Hubungan suami istri/ilustrasi
Foto: closerdaybyday.info
Hubungan suami istri/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Hafidz Muftisany

Rasulullah SAW tak hanya memenuhi kebutuhan lahir istri namun juga memberikan kebutuhan jiwa dengan bercanda, bermesraan dan memberi perhatian.

Sebelum pernikahan, biasanya ada pembekalan dari petugas Kantor Urusan Agama (KUA) bagi calon mempelai. Isinya biasanya kuliah pra nikah singkat berisi hak dan kewajiban masing-masing jika menjadi suami-istri.

Namun tak jarang pasangan melewatkan pembekalan ini. Yang mengikutinya pun kadang lupa akan kewajiban dan hak masing-masing kala sudah membangun biduk rumah tangga.

Perdebatan kerap muncul jika tidak ada ilmu dan pengetahuan mana yang hak dan mana yang kewajiban sehingga harus dipenuhi.

Istri sebagai patner suami dalam rumah tangga tentu harus paham hak dan kewajibannya. Sehingga dia tidak akan menuntut sesuatu yang bukan haknya.

Dan sadar jika ia tak menunaikan kewajiban dengan baik, akan terjadi permasalahan cepat atau lambat. Begitu juga dengan suami. Dengan mengetahui hak dan kewajiban seorang istri, dia akan bisa menempatkan diri.

Lalu apakah memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal adalah hak paling utama seorang istri? Adakah hak lain yang harus ditunaikan seorang suami? Imam Ghazali berkata seorang istri bukan hanya membutuhkan kebutuhan materi semata.

Ia memang memerlukan makan, minum, pakaian dan tempat berteduh. Tapi yang tak kalah pentingnya adalah pemberian kasih sayang, sentuhan yang lembut, wajah ceria dan perkataan yang baik dari suami.

Hal ini didasarkan dari beberapa ayat Alquran utamanya surah an-Nisa. Dalam ayat 19 Allah SWt berfirman "...Dan pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan cara yang makruf.."

Di ayat ke 36 surah yang sama Allah berfirman "..Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya..."

Para ahli tafsir menukil yang dimaksud teman sejawat dalam ayat di atas adalah istri. Jadi, ungkap Imam Ghazali, berbuat baik kepada istri bukan hanya tidak menyakiti mereka tapi juga sabar menerima keluhan mereka. Termasuk santun saat istri sedang marah atau emosi.

Hal ini dicontohkan Rasulullah SAW saat menghadapi Aisyah RA yang sedang dilanda kesal. Rasulullah bersabda. "Sungguh aku tahu saat engkau marah dan saat engkau ridha."

Aisyah berkata, "Bagaimana engkau tahu?" Rasul berkata "Kalau engkau rela, engkau berkata 'Tidak demi Rabb Muhammad' dan bila engkau marah engkau berkata 'Tidak demi Rabb Ibrahim'" Aisyah mejawab "Benar jika marah aku hanya menghindari namamu."

Ibnul Qayyim menjelaskan sikap Rasulullah terhadap istrinya adalah bergaul dan berakhlak yang baik. Beliau SAW tak hanya memenuhi kebutuhan lahir istri namun juga memberikan kebutuhan jiwa dengan bercanda, bermesraan dan memberi perhatian.

Nabi SAW pernah berlomba lari dengan Aisyah, biasa bersandar di pangkuan istrinya sambil membaca Alquran. Minum dari bejana yang sama dengan istrinya.

Syekh Yusuf Qaradhawi berkata syariat tidak melupakan kebutuhan spiritual. Bahkan tujuan berumahtangga dalam Alquran surah ar-Rum ayat 21 adalah mendapatkan ketentraman jiwa. Yang hanya bisa dipenuhi dengan tindakan yang menyentuh jiwa.

Umar bin Khattab yang terkenal keras wataknya berkata, "Seorang laki-laki jika di depan istrinya bersikap manja seperti anak kecil, ketika mencari penghidupan ia bersikap seperti laki-laki sebenarnya."

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement