REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT-- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Arab di Kuwait dibuka, pada Selasa (25/3), ditengah ketegangan sejumlah negara Teluk. Kuwait menawarkan menengahi perselisihan antara negara Teluk, demi berlangsungnya KTT tanpa ketegangan lebih lanjut.
Sesaat sebelum KTT dibuka emir Kuwait, Sheikh Sabah al-Ahmad al-Sabah, tersenyum lebar. Ia berdiri di antara Putra Mahkota Saudi Salman Bin Abdulaziz Al- Saud, dan emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani. Al-Ahmad al-Sabah menggandeng tangan mereka, dalam upaya nyata menyampaikan suasana rekonsiliasi.
Para pemimpin Arab berjuang menghadapi berbagai sengketa kebijakan luar negeri, dalam pembukaan KTT tahunan pada Selasa. Mereka bersama mencoba menempa sikap, dmei menyelesaikan krisis regional seperti perang Suriah.
Pertemuan di Kuwait digelar ditengah ketegangan, antara negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk. Beberapa waktu lalu, sejumlah negara Teluk Arab seperti Saudi, Uni Emirat Arab dan Bahrain menarik duta besarnya dari Qatar.
Hal itu dilakukan sebagai bentuk protes, atas dukungan Qatar pada Ikhwanul Muslimin.Pertemuan tahunan 22 negara anggota Liga Arab diperkirakan, akan menyetujui tindakan kemanusiaan untuk mengatasi masalah perang Suriah. Namun masalah di antara negara Teluk, sepertinya akan menarik perhatian dalam pertemuan.
Namun seorang pejabat Kuwait mengatakan, perselisihan antara Qatar dan sejumlah negara tetangganya diharapkan tak masuk dalam agenda KTT. Wakil Kuwait untuk urusan luar negeri Khaled al-Jarallah mengatakan, rekonsiliasi Teluk dan isu-isu Teluk merupakan urusan dalam 'rumah' Teluk.
KTT Arab selama ini didominasi oleh topik konflik Israel-Palestina. Namun sejak meletusnya Arab Spring, pemberontakan telah terpolarisasi. Perang Suriah menyebakan ketegangan diantara Muslim Sunni di Teluk dan Syiah di Irak, Lebanon dan Iran.
Sekretaris Jenderal Liga Arab Nabil Elaraby mengatakan, KTT dapat dipengaruhi berbagai perbedaan. Saat ini menurutnya, ada kebutuhan mendesak untuk mengembalikan atmosfer pertemuan.Sementara itu, Menteri luar Negeri Mesir Nabil Fahmy mengatakan rekonsiliasi akan sulit dicapai.
"Saya tidak berharap KTT Kuwait dapat meyakinkan semua pihak bahwa segala sesuatu bisa diselesaikan. Ini merupakan luka yang mendalam," katanya kepada wartawan di Kuwait, Ahad (23/3).
Di lain pihak para pemimpin oposisi Suriah, melobi Liga Arab untuk memberi mereka kursi Suriah. Mereka juga mendorong negara-negara Arab, untuk menyetujui pengiriman perangkat militer keras pada mereka. Hal tersebut untuk meningkatkan perjuangan mereka melawan Presiden Bashar al-Assad.