REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ferry Kisihandi
Nasib Masjid Al-Aqsa semakin genting. Pemerintah Palestina di Tepi Barat saat ini intens mengingatkan mengenai posisi masjid itu yang kian terancam. Sebab, jumlah sinagog yang berdiri di sekitar masjid melambung.
‘’Mengepung Al-Aqsa dengan sinagog sengaja dilakukan Israel untuk mengubah kondisi di lapangan,’’ kata anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina dan Kepala Departeman Urusan Yerusalem Ahmad Qurei seperti dikutip Gulf News, Ahad (30/3).
Menurut dia, itu kebijakan yang terus ditempuh Israel. Sudah mulai sejak lama. Target akhirnya, menciptakan keadaan yang memungkinkan Israel menguasai kompleks suci yang berisi tempat ibadah Muslim, Kristen, dan Yahudi.
Mereka kelak mengkaveling tempat-tempat itu dan menetapkan jam ibadah. Laman berita OnIslam menyatakan, sampai saat ini terdapat sekitar 100 sinagog dan sekolah ultraortodoks Yahudi mengepung kompleks Al-Aqsa di wilayah pendudukan Yerusalem.
Menurut Koordinator Media Al-Aqsa Institution for Al Waqf and Heritage Mahmoud Abu Al Attah, itu merupakan rancangan sistematis untuk meyahudisasi Al-Quds.’’Dalam kurun beberapa tahun terakhir, Israel mendirikan dua sinagog besar,’’ujarnya.
Jaraknya hanya sepuluh meter dari Al-Aqsa. Sinagog ketiga saat ini dalam proses pembangunan. Sinagog Jewel of Israel, nama sinagog ketiga itu akan menjelma sebagai koloni Yahudi terbaru yang berada di sekitar Al-Aqsa.
Sinagog-sinagog yang ada, jelas Attah, mengakomodasi kelompok kanan serta rabi dan siswa ultraortodoks. Dengan keadaan yang genting itu, para pejabat Palestina mengingatkan eskalasi ancaman terhadap keberadaan Al-Aqsa.
Dan Israel, mendukung sepenuhnya bermunculannya sinagog-sinagog tersebut. ‘’Sinagog akan menimbulkan bencana yang berdampak buruk bagi masa depan Al-Aqsa,’’ kata Qurei. Tak hanya kebijakan, jelas dia, Israel menyediakan dana besar untuk pembangunan sinagog.
Selain itu, pembangunan sinagog juga menelan korban. Ratusan kompleks perumahan warga Palestina tergusur. Kompleks tersebut rata dengan tanah karena buldoser pasukan Israel. Beberapa hari lalu, sebuah kompleks kembali tergusur.
Kompleks permukiman bernama Abu Ghaliya itu terdiri atas sebuah masjid, apartemen, dan pusat media. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengungkapkan, pada 2013, Israel menghancurkan lebih dari 500 rumah warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Sekitar 20 persen dari rumah-rumah yang dihancurkan itu, dibangun melalui sumbangan lembaga-lembaga kemanusiaan. Tanah-tanah kosong itu juga ada yang kemudian dijadikan sebagai permukiman baru untuk warga Yahudi.
Komunitas internasional menyampaikan protes atas kebijakan-kebijakan Israel tersebut. Sejumlah negara Eropa bahkan menerapkan boikot ekonomi terkait isu permukiman ini. Boikot ini berhasil membuat perekonomian Israel merugi.