REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Minuman berkarbonasi atau bersoda aman dikonsumsi selama tidak berlebihan. Pakar gastroenterologi Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan konsumen sebaiknya jeli melihat komposisi minuman bersoda. Menurutnya, kesadaran masyarakat untuk memperhatikan kandungan minuman atau makanan kemasan masih rendah.
"Ketika ada penyakit yang disalahkan makanannya. Prinsipnya jangan berlebihan mengonsumsi," ujarnya saat ditemui Republika, Rabu (2/4).
Ditemui pada kesempatan yang sama, ahli gizi dan pakar teknologi pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Made Astawan mengatakan dalam 200 ml yogurt mengandung 220 kkal, sedangkan pada minuman soda dalam jumlah yang sama terkandung 110 kkal.
Made menambahkan tidak ada aturan pakai dalam mengonsumsi minuman berkarbonasi. Sebab, pada dasarnya minuman tersebut adalah bahan tambahan pangan, bukan obat.
Selain itu, menurutnya tubuh mempunyai sistem yang hebat yang mampu mengeluarkan zat yang berlebihan. Faktor penyebab diabetes, obesitas dan kanker esofagus yang kerap dikaitkan dengan minuman soda menurutnya disebabkan banyak faktor. Pola makan, tubuh yang kurang bergerak dan gaya hidup merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan.
Karbon dioksida yang digunakan pada proses karbonasi pada dasarnya sama dengan gas alam yang kita keluarkan saat bernapas dan dihirup tanaman saat proses respirasi. Penggunaan CO2 dalam minuman telah dimulai sejak abad ke-18 di Inggris. Metode ini kemudian diaplikasikan para produsen minuman ringan berperisa untuk menciptakan sensasi sparkle dan segar.
Karbon dioksida aman digunakan pada produk minuman. Hasil kajian Join Expert Committee on Food Additives (JECFA) menetapkan Acceptable Daily Intake (ADI) CO2 adalah //not specified//. Artinya, tidak ada kekhawatiran risiko penambahan CO2 dalam minuman.
Badan POM mengizinkan karbon dioksida sebagai bahan pengkarbonasi pada produk pangan. Made menambahkan sebagian besar karbonasi dalam minuman bersoda sebenarnya tidak sampai di lambung karena telah menguap ketika kemasan dibuka. Gelembung yang tersisa dalam minuman akan segera diserap dinding saluran pencernaan.
"Jumlah yang diserap tubuh tersebut relatif kecil dibandingkan dengan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan tubuh terus-menerus secara alami, yaitu saat metabolisme karbohidrat, protein dan lemak menjadi energi," kata Made.