Senin 07 Apr 2014 17:28 WIB

Kekerasan Pascapemilu Masih Membudaya (2)

 Kantor Walikota Palopo dibakar massa saat terjadi kerusuhan di Palopo, Sulawesi Selatan, Ahad (31/3).
Foto: Antara/Awaluddin
Kantor Walikota Palopo dibakar massa saat terjadi kerusuhan di Palopo, Sulawesi Selatan, Ahad (31/3).

Oleh: Mohammad Akbar     

Kekerasan yang terjadi pascapemilukada itu tak selamanya karena masyarakat Indonesia belum paham berdemokrasi.

Aktivis mahasiswa Muslim dari Universitas Indonesia (UI), Alvin Prasetyadi, melihat bahwa kekerasan sudah menjadi semacam budaya baru di tengah masyarakat negeri ini.

“Tak hanya di pemilukada saja, tetapi kekerasan itu sudah terjadi di mana-mana. Lihat saja kekerasan yang terjadi dalam bentuk tawuran antar-SMA, antarkampung. Itu semua memperlihatkan adanya pergeseran budaya masyarakat yang ada di negeri kita,” ungkapnya.

Alvin mengatakan, kekerasan yang kerap terjadi sekarang ini lebih disebabkan dua faktor. Faktor pertama adalah peran media informasi yang kerap mengeksploitasi berita tentang kekerasan.

Penayangan aksi-aksi kekerasan di media, katanya, menjadi inspirasi kepada pihak-pihak yang berpikiran pendek. “Itulah yang kemudian memicu beberapa aktivitas kita semua, termasuk di antaranya pemilukada ini,” ujarnya.

Faktor lain yang memicu terjadinya kekerasan, menurut Alvin, terkait dengan ekonomi. Tak sedikit ia menemukan dalam berbagai aksi adanya massa bayaran. “Ini sudah menjadi rahasia umum dalam setiap kali adanya demonstrasi. Nah, kalau adanya massa bayaran ini merupakan cerminan dari faktor ekonomi,” katanya.

Karena itu, Alvin tidak menjamin jika usulan menghilangkan pemilukada langsung di tingkat kabupaten atau kota akan menghapus adanya praktik kekerasan.

Sebab, dirinya menyangsikan kredibilitas dari anggota legislatif di tingkat daerah untuk memilih orang terbaik yang bisa memimpin wilayah. “Risiko itu selalu ada, tapi saya sangat tidak percaya kalau nanti DPRD akan mampu memilih wali kota lebih baik ketimbang pemilihan langsung.”

Untuk hal itu, Alvin yang juga didaulat sebagai salah satu penasihat organisasi Nuansa Islam Mahasiswa Universitas Indonesia (Salam UI) menilai, yang perlu dilakukan saat ini adalah mengubah kultur kekerasan.

“Di sinilah perlu adanya teladan dari para pemimpin kita. Jika pemimpinnya tidak bisa memberikan teladan antikekerasan maka mana mungkin itu akan hilang dari masyarakat kita,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement