REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Partai Golkar menilai perolehan suara yang relatif rendah dalam pileg 2014 berisiko mempersulit pemerintahan selanjutnya. Karena pemenang pemilu harus bekerja sama (berkoalisi) dengan banyak partai politik.
"Hal ini akan menjadi lebih sulit dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Karena partai berkuasa harus bekerja sama dengan lebih banyak partai politik dan itu sangat mungkin berdampak negatif pada soliditas kerja sama," ujar Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Senin (14/4).
Menurutnya, berdasarkan hitung cepat hasil pileg 2014, tak satu pun partai yang berhasil melewati ambang batas presidensial (presidential threshold). Yaitu, 20 persen suara di DPR atau 25 persen suara nasional.
Karenanya, tidak ada partai yang memenuhi syarat mengajukan pasangan capres dan cawapres secara mandiri. "Kesepakatan ke arah itu terlihat sudah berjalan dan mewarnai kegiatan politik pada beberapa pekan terakhir sampai batas akhir pendaftaran pasangan capres-cawapres 20 Mei 2014 nanti," kata dia.
Risiko lain dari banyaknya koalisi adalah penyusunan kabinet yang juga harus turut melibatkan banyak partai politik.
Karenanya, ia mengajak seluruh pihak menghormati kesepakatan yang dilakukan Golkar dengan PDI Perjuangan. Keduanya sepakat berkompetisi pada pilpres namun bekerja sama setelahnya.
"Kita harus menghormati kesepakatan Golkar dengan PDIP. Siapa pun yang kalah akan mendukung presiden dan wakil presiden yang menang dalam rangka membangun pemerintahan yang kuat," kata dia.