Selasa 15 Apr 2014 07:15 WIB

Tiap Kamis, Warga Diminta Rutin Berbahasa Cirebon

Rep: Lilis Handayani/ Red: A.Syalaby Ichsan
Logo Kabupaten Cirebon.
Foto: cirebonkab.go.id
Logo Kabupaten Cirebon.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Penggunaan bahasa ibu Cirebon (kromo inggil) di tengah masyarakat, mulai ditinggalkan. Menghadapi kondisi itu, Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra mengeluarkan imbauan penggunaan bahasa Cirebon.

Imbauan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 434/849/Huk tentang Penggunaan Bahasa Cirebon di Lingkup Pemkab Cirebon, tertanggal 10 April 2014. Penggunaan bahasa Cirebon itu akan berlaku setiap Kamis pada minggu pertama dan ketiga.

Dalam aturan itu, penggunaan Bahasa Cirebon diberlakukan bagi kepala daerah dan wakilnya, jajaran aparatur pemda dan pimpinan serta anggota DPRD. Selain itu, Bahasa Cirebon juga harus digunakan oleh para kepala desa beserta perangkatnya, pimpinan dan anggota BPD, hingga para pendidik dan peserta didik.

Untuk di dunia pendidikan, bahasa Cirebon diberlakukan dalam kegiatan belajar mengajar pendidikan bahasa, sastra, dan budaya Cirebon bagi peserta didik di setiap jenjang, baik formal maupun nonformal, sesuai kurikulum muatan lokal.

''Dalam waktu dekat akan dibuat peraturan daerah (perda) soal ini,'' kata Sunjaya. Dia menyatakan, kuatnya pengaruh arus globalisasi serta pesatnya perkembangan kemajuan teknologi dapat melemahkan penggunaan Bahasa Cirebon.

Karena itu, penggunaan Bahasa Cirebon harus dijaga agar tetap lestari.''Bahasa Cirebon juga merupakan warisan leluhur dan jati diri masyarakat Kabupaten Cirebon yang santun, ramah, dan bermartabat,'' tegas Sunjaya.

Budayawan Cirebon, Nurdin M Noer, mengapresiasi kebijakan tersebut. Namun, dia juga mengingatkan agar penggunaan Bahasa Cirebon harus dijaga konsistensinya melalui penyadaran diri masyarakatnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement