REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Ketua Pelaksana Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sulawesi Utara (Sulut) Djouhari Kansil menyatakan 504 pekerja swasta terinfeksi HIV, karena itu pihak harus memberikan perhatian serius terhadap peningkatan HIV/AIDS di kalangan pekerja.
"Berdasarkan data yang kami miliki, hingga saat ini karyawan swasta yang terinfeksi virus HIV sudah mencapai 504 orang, tentu hal ini harus disikapi dengan serius," katanya di Manado, Ahad (20/4).
Ia mengatakan keterlibatan kalangan swasta melalui perusahaan-perusahaan di Sulut dalam penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS harus segera diwujudkan, mengingat pekerja swasta menempati urutan teratas penyebaran kasus HIV-AIDS di daerah tersebut.
Dari total kasus HIV-AIDS yang ditemukan sampai Desember 2013 sebanyak 1.425 orang, tercatat 423 orang berprofesi sebagai pekerja swasta dan 81 karyawan serta 80 persen dari total kasus berada pada usia produktif 20-39 tahun.
Menurut dia, jika tidak ada perhatian serius dari pihak swasta, maka angka kasus pada pekerja ini akan terus meningkat dan dampaknya akan juga menyebar di masyarakat luas, karena penularan HIV akan terjadi pada pasangan tetap, baik istri atau suami hingga ke bayi. Sebab itu, ia minta supaya manajemen perusahaan segera merespons aktif upaya pencegahan dan penanggulangan (P2) HIV-AIDS di lingkungan kerja masing-masing.
"Karena hal tersebut sudah diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 68/IV/2004 tentang implementasi program ini di tempat kerja serta mengacu kepada kaidah ILO dalam penerapan kebijakan program P2 HIV-AIDS di tempat kerja," katanya.
Sementara pengelola program KPA Sulawesi Utara Jones Oroh mengatakan kepedulian perusahaan terhadap para pekerja baik yang sudah terinfeksi maupun belum harus terus ditingkatkan. "Sebab melindungi pekerjanya adalah kewajiban perusahaan, tidak peduli apapun statusnya," katanya.
Menurut Jones dalam kepentingan untuk melindungi pekerjanya, maka perusahaan wajib melakukan sosialisasi dan pemeriksaan status HIV bagi pekerjanya agar dapat mengetahui kondisi mereka. "Yang terpenting kemudian dari hasil test tersebut, jangan sampai ada stigma dan diskriminasi kepada karyawan yang kemudian diketahui statusnya positif HIV/AIDS," katanya.