Oleh: Ani Nursalikah/Heri Ruslan
Tim kesehatan yang terdiri atas perempuan itu bernama “hastalar ustasi”. Dokternya dikenal dengan panggilan hekime kadin atau dokter perempuan.
Sedangkan, asistennya disebut cariyesi. “Gaji mereka terdaftar pada 1798-1799. Tempat mandi dan dapur peninggalan rumah sakit untuk para selir di Istana Topkapi hingga kini masih ada,” papar Nil Sari.
Pada saat itu, dokter perempuan juga tak hanya menangani pasien perempuan. “Kami memiliki arsip dokumen tentang pasien pria yang dioperasi oleh dua dokter perempuan,” ungkap Nil Sari. Pasien-pasien itu tinggal di tempat yang berbeda-beda, berjauhan satu dengan yang lainnya.
Kedua dokter perempuan itu tak memiliki kantor. Mereka berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya, lalu menetap di daerah itu untuk sementara ketika ada pasien yang harus ditangani. Dokter-dokter perempuan yang berpindah- pidah tempat itu suatu saat bisa menjadi dokter istana.
“Ketika pelayanan kesehatan di istana tak mampu menyembuhkan se orang wanita atau seorang anak sultan, dokter perempuan dari luar bisa di panggil ke istana,” papar Nil Sari.
Berdasarkan dua dokumen yang terdapat di Istana Topkapi yang berasal dari pertengahan abad ke-17 M, dikisahkan tentang upaya kepala dokter Istana Cemalzade Mehmed Efendi yang mengundang seorang dokter perempuan terkemuka yang dikenal sebagai kejime kadin.
Dokter perempuan itu berasal dari Scutari. Sang dokter perempuan itu diundang ke Saray-i Atik, istana tua, untuk menyembuhkan tiga pasien perempuan bernama Ferniyaz Kalfa, Lalezar Kalfa, dan Nazenin Kalfa.
“Dokter pria dan dokter perempuan pada masa itu benar-benar sangat dihormati,” ungkap Nil Sari.