REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Proses pengangakatan pejabat di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus berlangsung transparan. Mekanisme lelang jabatan dinilai menjadi pilihan terbaik untuk menghindari praktek nepotisme para kepala daerah.
Pengamat Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM, Ary Dwipayana mengatakan, untuk menyiasati prilaku nepotisme kepala daerah perlu dilakukan terobosan. Menurutnya, harus ada tim independen yang obyektif sehingga prosesnya dapat transparan.
“Pemerintah daerah bisa mengawalinya dengan melakukan lelang jabatan,” kata Ary saat dihubungi Republika, Selasa (22/4).
Selain itu Pemerintah pusat juga harus melakukan superfisi agar pelaksanaan seleksi, terjamin. Dia mengakui, akan ada upaya lobi dan politisasi terhadap tim tersebut, karena itu butuh pengawasan dari jajaran pemerintah satu tingkat di atasnya guna menghindari penyimpangan.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Budi Santoso mengatakan, sekarang ini bukan lagi jaman kepala daerah memanfaatkan pangkat untuk menunjuk kerabat keluarganya sebagai pejabat tingkat eselon III dan IV di birokrasi pemerintahan.
Proses pengangkatan yang dinilai tidak prosedural tersebut berpotensi merusak sistem rekrutmen dan promosi pegawai. Belum lagi adanya kecemburuan di lingkungan internal birokrasi, karena ada anggapan proses pengangkatan pejabat tidak transparan.
“Praktek seperti itu harus dihentikan dan digantikan dengan sistem yang obyektif, berdasarkan merit sistem,” ujar dia.
Pihaknya memang belum mengantungi data detail, berapa banyak kepala daerah yang melakukan praktek nepotisme tersebut. Namun melihat tren yang terjadi belakangan ini oleh Gubernur Riau Annas Maamun, Gubernur Sulawesi Selatan, Syaril Yasin Limpo dan Ratu Atut Choisiyah di Banten, nepotisme dianggap marak terjadi.