Kamis 24 Apr 2014 17:08 WIB

Urgensi Membangun Jaringan Antara Baznas dan LAZ (2-habis)

Pertemuan Baznas dan para pimpinan Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pertemuan Baznas dan para pimpinan Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Oleh: Naharus Surur

Berdasar UU baru ini, harus ada upaya bersama antara Baznas dan LAZ untuk mengintegrasikan diri dalam sistem zakat berdasar UU ini. Upaya ini memang tidak mudah karena Baznas dengan corporate culture-nya memiliki kekasan tersendiri.

Demikian pula dengan LAZ, juga memiliki corporate culture yang sangat khas. Namun perbedaan ini tidak kemudian menjadi halangan dalam upaya membangun jejaring dan pola kerja bersama untuk mewujudkan sistem zakat Indonesia dalam rangka mengoptimalkan potensi zakat di Indonesia.

Dalam pasal 17 UU no 23 th 2011 berbunyi: untuk membantu Baznas dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Ini harus dimaknai sebagai satu kesatuan dalam Sistem Zakat Indonesia.

Dalam sistem zakat itu ada unsur-unsur yang membentuknya, dan LAZ adalah salah satu unsur tersebut atau menjadi subsistem zakat sehingga tidak dimaknai sebagai atasan– bawahan sebagaimana dalam aturan suatu organisasi.

Bila pemahaman semua pihak terutama para pelaku zakat seperti ini, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan adanya marjinalisasi dan dominasi Baznas terhadap LAZ.

Bila mind set (pola pikir) para pengelola zakat di Indonesia seperti ini, maka optimisme menyongsong peradaban zakat Indonesia sangat besar.

Potensi zakat menurut riset Baznas- FEM IPB- IDB adalah sebesar 217 triliun (3,4% PDB), secara bertahap akan bisa direalisasikan sebagaimana simulasi yang dilakukan Baznas, dengan syarat juga ada perbaikan sistem penghimpunan secara nasional, dimana zakat nantinya bisa menjadi pengurang pajak.

Namun, bila pemahaman para pelaku zakat justru sebaliknya, maka akan sulit terjadi akselerasi dalam penghimpunan zakat dan pengelolaan zakat pada umumnya.

Bila sistem zakat Indonesia ini bisa diwujudkan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, dimana berbagai persoalan regulasi yang masih belum selesai seperti PP,PMA, dan dukungan anggaran melalui APBN dan APBD bisa terwujud, maka hakikatnya yang akan diuntungkan adalah mustahik (penerima manfaat zakat), bukan amil zakatnya. Wallahu a’lam.

*Wakil Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement