Sabtu 26 Apr 2014 05:45 WIB

Fatah-Hamas Rekonsiliasi, Israel Tak Ingin Lanjutkan Perjanjian Damai

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Bilal Ramadhan
Para aktivis membentangkan bendera Palestina raksasa dalam aksi mendukung negara Palestina merdeka di luar Gedung Dewan Uni Eropa di Brussels, Senin (19/11). (Reuters/Francois Lenoir)
Para aktivis membentangkan bendera Palestina raksasa dalam aksi mendukung negara Palestina merdeka di luar Gedung Dewan Uni Eropa di Brussels, Senin (19/11). (Reuters/Francois Lenoir)

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM– Pemerintah Israel memutuskan untuk menunda pembicaraan damai dengan Palestina, Kamis (24/4). Keputusan ini merupakan bentuk protes bergabungnya faksi-faksi Palestina dalam Palestine Liberation Organization (PLO) dengan Hamas untuk bentuk pemerintahan bersama Rabu lalu.

Setelah pertemuan menteri-menteri Israel beberapa waktu lalu, Israel mengumumkan mereka akan membekukan negosiasi hingga rekonsiliasi Palestina dibatalkan dan runtuh. Israel mengatakan mereka tidak akan mau melanjutnya negosiasi dengan pemerintahan yang didukung oleh Hamas.

‘’Siapa pun yang memilih terorisme Hamas, tidak menginginkan perdamaian,’’ kata Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu, dikutip dari The New York Times. Pernyataan Netanyahu mengandung arti tersirat bahwa mereka akan melakukan sesuatu untuk melawan Palestina.

Menurutnya, Palestina mengkhianati perjanjian dengan berekonsiliasi dengan Hamas. Bahka saat Israel berusaha memajukan perundingan. Ia menganggap rekonsiliasi itu berarti penolakan tidak langsung Palestina dalam memajukan negosiasi.

Pembicaraan damai Palestina-Israel ini terus menerus mengalami fase maju mundur. Menteri luar negeri AS John Kerry dan utusan perdamaian Martin Indyk telah mati-matian mengakurkan kedua belah pihak untuk mau melanjutkan pembicaraan melebihi waktu yang telah disepakati pada 29 April.

Pembicaraan perdamaian menemui jalan buntu selama berbulan-bulan tanpa menghasilkan kesepakatan apa pun. Satu pihak, Palestina frustasi karena Israel gagal memenuhi janjinya untuk melepaskan tahanan Palestina yang disekap di Israel.

Negosiator utama Palestina Saeb Erekat mengatakan Israel juga menyabotase proses perdamaian dengan menolak pembekuan pembangunan pemukiman Israel di tepi barat yang menjadi daerah sengketa. Sementara Israel menganggap Palestina tidak memiliki itikad untuk melanjutkan perjanjian sejak awal. Ditambah dengan keputusan Presiden Mahmoud Abbas yang sekarang bergabung dengan Hamas.

Para pemimpin Palestina saat ini berusaha untuk melunakkan dampak rekonsiliasi. Mereka menegaskan hal itu tidak akan berdampak pada proses perdamaian. Pejabat tinggi dari faksi Fatah, Jibril Rajoub mengatakan pemerintahan bersama akan mengakui Israel, tidak menggunakan kekerasan dan mematuhi ketentuan perjanjian sebelumnya yang ditetapkan dalam perjanjian dengan AS, Rusia, Uni Eropa juga PBB.

‘’Pemerintah baru akan dibentuk dan dipimpin oleh Abu Mazen (Julukan untuk Presiden Abbas). Kami akan mendeklarasikan dengan jelas dan tegas bahwa kami mematuhi perjanjian sebelumnya,’’ kata Rajoub.

Sementara itu, Hamas mengisyaratkan pandangannya sendiri. ‘’Mereka tidak memerlukan pengakuan Hamas terhadap negara Israel, pengakuan PLO saja sudah cukup,’’ kata wakil menteri urusan luar Hamas, Ghazi Hamad kepada situs berita Israel Ynet.

Namun, apa pun argumen Palestina, Netanyahu tidak bergeming. Ia tetap dengan tegas mengatakan pada Kamis bahwa Israel tidak akan bernegosiasi dengan Palestina yang didukung Hamas. ‘’Orang-orang ini (Hamas) secara terbuka selalu menyeru pemusnahan negara Yahudi. Keputusan Abbas itu mengganggu perdamaian, dan mengerikan bagi orang-orangnya sendiri,’’ kata Netanyahu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement