Selasa 29 Apr 2014 17:36 WIB

Jokowi Dikritik karena Pernyataannya

Jokowi
Foto: ROL
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, yang menolak bertanggung jawab atas pemasangan dan pengawasan listrik di dalam Pasar Senen, mengundang kritik. Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, menilai pernyataan Jokowi tersebut tidak tepat.

Ia menjelaskan PLN, selaku otoritas terkait, hanya bertanggung jawab dalam mengawasi aliran listrik dari tiang atau gardu terdekat ke bangunan. Jika kabel tersebut sudah masuk kedalam bangunan, maka itu menjadi tanggung jawab pemilik bangunan.

Hal itu sejalan dengan penjelasan pasal 29 ayat 2 huruf b UU nomor 30 tahun 2009, yang mengatakan instalasi tenaga listrik milik konsumen adalah instalasi tenaga listrik setelah alat pengukur atau alat pembatas penggunaan tenaga listrik.

"Dari tiang terdekat ke gedung, itu tanggung jawab PLN. Tapi kalau sudah didalam gedung, itu tanggung jawab pemilik. Pasar Senen pengelolanya siapa? Kan PD Pasar Jaya, itu BUMD Pemprov DKI. Jadi kalau dibilang Pemprov DKI tidak bertanggung jawab, ya bertanggung jawab karena pengelola gedung. Kalau Jokowi bilang begitu, asbun (asal bunyi) nanti," kata Agus saat dihubungi wartawan, Selasa (29/4).

Agus mencontohkan aliran-aliran listrik yang masuk ke rumah-rumah warga juga merupakan tanggung jawab penghuni rumah. Jika ada korslet di dalam rumah, maka penghuni rumah tersebut yang bertanggung jawab.

Sebelumnya, Jokowi mengatakan kabel-kabel listrik di Pasar Senen tak teratur sehingga korslet dan menyebabkan kebakaran. Dia pun menyerahkan tanggungjawab kepada PLN.

"Lihat saja di sana (Pasar Senen) kabel-kabelnya gimana. Kabelnya berseliweran di mana-mana. Standarnya sudah ndak bener. Itu kan kewenangan PLN, jadi tanya ke PLN. Masa Gubernur suruh ngurusin listrik," kata Jokowi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement