Kamis 01 May 2014 10:01 WIB

Menata Ulang Zakat (3-habis)

Zakat (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Zakat (ilustrasi).

Oleh: Heru Susetyo*

Pasal 38 jo 41 menyebut secara tersurat bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang, perbuatan itu diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50 juta (lima puluh juta rupiah).  

Maka, para amil tradisional nonnegara yang selama ini telah aktif mengelola zakat, apakah di masjid, mushala, pesantren, madrasah, yayasan-yayasan, hingga perkantoran, terancam dipidana apabila mereka bertindak selaku amil tanpa izin pejabat yang berwenang.

Akan berapa banyak amil tradisional yang dikurung dan seberapa banyak kurungan yang dibutuhkan seluruh Indonesia?

Jumlah amil tradisional amatlah banyak. Undang-undang ini jelas bermaksud baik, yakni ingin menata dan mengintegrasikan pengelolaan zakat.

Namun, sayangnya maksud baik ini tercoreng proses formal pembentukan UU itu yang kurang partisipatif dan kurang mengakomodasi suara masyarakat sipil. Maksud baik juga tercoreng oleh aspek material dan substansinya yang malah berpotensi melahirkan ketidakadilan, diskriminasi, marginalisasi, subordinasi, dan kriminalisasi.

Zakat memang ibadah individual, namun juga punya fungsi sosial untuk tegaknya keadilan ekonomi. Zakat harus menjadi semacam jaminan sosial bagi para penerimanya sehingga kehidupannya lebih berdaya dan suatu waktu mereka dapat bertransformasi menjadi pemberi zakat (muzaki). Mereka yang lemah diberdayakan dan kemiskinan dientaskan melalui zakat.

Tujuan mulia tersebut di atas tentunya memang memerlukan pengelolaan zakat yang serius dan profesional. Negara dan masyarakat harus sama-sama berperan penuh dan bertanggung jawab bersama untuk mengelola zakat.

Undang-undang zakat yang solid, integratif, dan komprehensif menjadi prasyarat utama dalam praktik zakat yang sinergis ini.

Semoga saja Mahkamah Konstitusi RI segera melahirkan putusan terhadap uji materiil UU Zakat Tahun 2011 ini.

Sehingga, tercipta kepastian hukum dan kejelasan langkah yang harus diambil oleh semua pemangku kepentingan dalam pengelolaan zakat di Indonesia, apakah negara (pemerintah) maupun masyarakat.

*Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement