REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Empat warga asal Dusun Kulukubuk, Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar) yang hilang sejak awal januari 2014 diduga menjadi korban perdagangan manusia (trafficking) di Brunei Darussalam.
Keempat warga tersebut adalah, Marsiti Sapojai (39), Lidya Samaranggure (37), Susakkerei, dan seorang lagi masih belum diketahui identitasnya, kata Paulus Sapailoat, kakak Marsiti Sapojai saat melaporkan hilangnya keluarganya tersebut ke kantor DPRD Sumbar, di kota Padang, Kamis (1/5).
"Mereka ada empat orang, dan kabar terakhir yang saya peroleh mereka sekarang berada di Brunai Darussalam," sebutnya.
Ia menjelaskan saudara perempuan dari istrinya tersebut sudah pergi meninggalkan kampung halamannya sejak awal Januari 2014. Sebelumnya, seorang pria bernama Datuak meminta dirinya untuk mencari perempuan yang bersedia menjadi pembantu rumah tangga di luar negeri.
"Saya menawarkan itu kepada si Marsiti, dan ia bersedia. Kemudian kami bertemu Datuak untuk mengurus paspor. Tetapi si Datuak mengatakan agar dia saja yang mengurusnya, sedangkan kami tinggal terima beres, tanpa harus membayar. " jelasnya mengulang perkataan Datuak.
Pada akhir Januari 2014, Datuak kembali lagi menemui mereka dan langsung membawa Marsiti setelah membawa foto kopi paspor yang telah diurus. Akan tetapi, Paulus tidak sempat bertemu baik dengan Marsiti maupun Datuak. Saat Marsiti dihubungi melalui telepon genggamnya, dapat kabar kalau ia sudah berada di Jakarta.
"Setelah itu, kami tidak bisa lagi komunikasi. Karena itu lah kami meminta bantuan kepada DPRD," katanya.
Berdasarkan foto kopi paspor yang ditinggalkan, Paspor Lidya bernomor A729976 yang diregitrasi di Kantor Imigrasi Bogor sedangkan paspor Marsiti bernomor A6826690 yang didaftarkan di kantor Imigrasi Tasikmalaya.
Anak pertama Lidya, Jenerson Sakaliou (21) menjelaskan saat ibunya hendak pergi untuk bekerja ke luar Negeri, dirinya tidak ada merasa curiga karena untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Tawaran bekerja di luar negeri tersebut diperoleh dari seorang pria bernama Datuak yang memiliki ciri-ciri gendut, berkulit hitam, tinggi sekitar 170 centimeter dan berambut keriting.
"Saat itu, ibu cuma bilang kalau akan bekerja ke luar negeri dan akan diurus oleh bapak itu (Datuak), dan tidak ada menjelaskan secara lengkap," sambung anak kedua korban, Nurtina Sakaliou.
Namun mereka cukup kesal karena saat ibunya pergi pada akhir Januari 2014, tidak ada pamit kepada mereka. Mereka malah hanya mendapatkan kabar dari telepon gengam kalau ibunya sudah berada di Bandaara Internasional Minangkabau (BIM).
"Dua hari setelah itu, ibu katanya sudah sampai Jakarta dan setelah itu tidak ada kabar lagi. Sesekali kami hubungi bisa masuk ke telepon ibu namun tidak diangkat. Kemarin (30/4) kami coba lagi telepon ternyata masuk. Katanya ibu sedang bersembunyi setelah kabur dari rumah majikan," jelasnya.
Namun, para pelapor yang terdiri keluarga korban didampingi Kepala Kantor Keselamatan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Mantawai belum bisa bertemu dengan anggota dewan karena datang pada hari libur. Mereka hanya diterima ketua Forum Wartawan Parlemen Sumbar, Novrianto.
"Kami akan segera menyampaikan ini kepada dewan dan mendesak dewan segera bertindak untuk menyurati kantor kedutaan besar Brunei Darussalam di Jakarta. Kami juga akan menyampaikan aspirasi warga ini kepada gubernur," katanya.
Sementara, Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kepulauan Mentawai, Paulinus saat dikonfimrasi mengaku belum belum mengetahui informasi tersebut.
"Kami belum mengetahui informasinya. Kalau seperti itu infonya, kami akan menurunkan tim untuk menyelidikinya," katanya.