REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meninggalnya siswa kelas V SDN 09 Pagi Makasar Renggo Kadapi (11 tahun) dipastikan akibat tindak kekerasan yang dialaminya. Pelaku yang menganiaya Renggo hingga meninggal dunia diduga kuat merupakan kakak kelasnya sendiri, SH (13 tahun).
Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda meminta kepada siapapun untuk tidak 'melabeli' anak sebagai pembunuh sekalipun terbukti dalam proses hukum. Sebab, kata dia, hal itu akan berdampak tidak baik terhadap kondisi psikologis maupun tumbuh kembang anak itu sendiri.
"Saya sangat khawatir itu (dilabeli pembunuh), ketika di masyarakat anak 'dicap' sebagai pembunuh," katanya saat dihubungi, Senin (5/5).
Menurut Erlinda, bagaimanapun seorang anak harus mendapat perlakuan yang berbeda. Atau dengan kata lain, ujar dia, anak tidak boleh disamakan dengan orang dewasa baik dalam proses peradilan maupun pemberian hukuman.
Dikatakan Erlinda, kalaupun nantinya terduga pelaku, SH, ditetapkan sebagai tersangka maka harus harus diterapkan restorative justice. Hal itu untuk melindungi tersangka dari trauma berlebihan yang diakibatkan oleh proses hukum yang harus dijalaninya.
Seperti diketahui, kepolisian memastikan meninggalnya Renggo Kadapi diakibatkan karena tindak kekerasan. Dari hasil visum sementara, terdapat luka lebam akibat pukulan benda tumpul di beberapa bagian tubuh Renggo dan juga luka di bagian kepalanya.