REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukuman untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak selama ini dinilai terlalu ringan. Akibatnya, efek jera yang diharapkan dari hukuman tidak dirasakan oleh pelaku sehingga, kasus yang sama terus muncul dan seolah tak pernah habis.
Sekretaris Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Erlinda mengatakan, selama ini baik KUHP maupun UU Perlindungan Anak masih sangat minim dalam menghukum 'predator' anak. Akibatnya, tidak ada efek jera terhadap pelaku yang melakukan kejahatan pada anak-anak. Termasuk kejahatan seksual.
Untuk itu, kata dia, KPAI meminta segera dilakukan revisi terhadap UU Perlindungan Anak. Tuntutan hukuman bagi mereka yang melakukan kejahatan seksual terhadap anak bisa diperberat dengan minimal kurungan 20 tahun penjara sampai hukuman seumur hidup. "Biar ada efek jera," katanya saat dihubungi, Ahad (11/5).
Dalam UU Perlindungan Anak, kata dia, ancaman hukuman bagi mereka melakukan kekerasan terhadap anak hanya dituntut minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Itu pun dalam putusan persidangan masih ada yang dijatuhi di bawah ketentuan minimal.
Padahal, tambahnya, efek kekerasan seksual terhadap anak akan berpengaruh sampai seumur hidup anak tersebut. "Itu mempengaruhi saraf anak dan juga berpotensi menjadi pelaku nantinya," ujarnya.
Erlinda juga menyambut baik tentang disiapkannya instruksi presiden (inpres) terkait pencanangan gerakan anti kekerasan seksual terhadap anak. Menurutnya, gerakan tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga mampu menjawab akar masalah yang ada.
Sebab, kata dia, jika hanya dilakukan secara insidentil maka gerakan itu akan hanya menjadi semacam 'pemadam kebakaran' saja. Tetapi jauh lebih dari itu, hal ini harus mencakup semuanya termasuk upaya preventif atau pencegahan dalam jangka panjang.