Kamis 22 May 2014 14:11 WIB

Vietnam akan Gugat Cina

Rep: Ani Nursalikah / Red: Mansyur Faqih
Nguyen Tan Dung
Foto: antara
Nguyen Tan Dung

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan berbagai pilihan untuk mempertahankan diri dari gempuran Cina. Termasuk melakukan tindakan hukum. Tanggapan tertulis Dung tersebut merupakan komentar pertama mengenai tindakan hukum yang dilontarkan Vietnam.

"Vietnam sedang mempertimbangkan berbagai pilihan untuk mempertahankan diri, termasuk tindakan hukum yang sesuai dengan hukum internasional," kata Dung dalam pernyataannya di Manila, seperti dilansir Reuters, Kamis (22/5).

Langkah tersebut diambil menyusul tindakan Cina memasang anjungan minyak di dekat Pulau Paracel di Laut Cina Selatan. Namun, dia tidak merinci pilihan lain yang sedang dipertimbangkan.

"Saya ingin menggarisbawahi, Vietnam dengan tegas akan mempertahankan kedaulatan dan kepentingan yang sah atas kedaulatan teritorial, termasuk kedaulatan zona maritim dan pulau-pulau," katanya.

Akhir Maret, Filipina secara resmi mengajukan kasus ke pengadilan arbitrase di Den Haag atas klaim Cina terhadap Laut Cina Selatan. Langkah ini merupakan yang terbaru dalam serangkaian konfrontasi antara Cina dan beberapa negara tetangganya.

Ini adalah pertama kalinya Cina menjadi objek hukum internasional atas wilayah perairan. Cina menolak berpartisipasi dalam kasus tersebut dan memperingatkan Vietnam pengajuan itu akan benar-benar merusak hubungan kedua negara.

Amerika Serikat menanggapinya dengan retorika tajam terhadap Cina. AS menganggap tindakan Cina provokatif.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry membahas situasi tersebut dengan Wakil Perdana Menteri Vietnam dan Menteri Luar Negeri Pham Binh Minh, Rabu. Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki mengatakan Kerry juga mengundang Minh berkunjung ke Washington. 

Dalam sejumlah komentarnya, Dung mengatakan Vietnam telah berusaha melakukan dialog untuk menyelesaikan masalah dengan Cina. Sayangnya terjadi peningkatan kekuatan dan intimidasi dari Cina. "Ada kesenjangan besar antara kata-kata dan perbuatan Cina," kata dia.

Dalam peristiwa tabrakan kapal kedua negara awal bulan ini, Vietnam dan Cina saling menyalahkan. Cina mengklaim sekitar 90 persen wilayah Laut Cina Selatan. Hal itu membuat Cina harus bersengketa dengan Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan.

Para pejabat Vietnam mengikuti kasus arbitrase Manila dengan cermat, termasuk berbicara dengan akademisi hukum asing tentang pilihan mereka. Sumber hukum mengatakan Vietnam belum menghubungi tim hukum yang berbasis di Washington yang biasa digunakan Filipina.

Sumber-sumber diplomatik di Vietnam sebelumnya telah mengatakan Cina menekan Vietnam dalam kasus dengan Filipina. Pengacara mengatakan Pengadilan Tetap Arbitrase memiliki kekuasaan diskresi yang memungkinkan negara-negara lain bergabung dalam tindakan hukum itu.

Filipina saat ini sedang mencari aturan untuk mengkonfirmasi haknya mengeksploitasi perairan di zona ekonomi eksklusif sejauh yang diperbolehkan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Filipina mengatakan pengadilan akan memutuskan pada akhir 2015.

Untuk mencoba menjaga tekanan pada Cina, diplomat di kawasan itu mengatakan Vietnam akan menjadi tuan rumah pertemuan dengan para pejabat Filipina dan Malaysia akhir bulan ini untuk membahas bagaimana menanggapi Cina. Pertemuan sebelumnya yang diadakan pada Februari dan Maret membahas kasus hukum Filipina.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement