Oleh: M Fuad Nasar*
Ide sosialisme Islam dapat ditemukan dari pelaksanaan zakat sebagai sumber dana untuk kepentingan umat Islam dalam berbagai situasi.
Prof Dr H Mahmud Yunus dalam risalah Puasa dan Zakat Untuk Kemakmuran Masyarakat (1950) menjelaskan hikmah dan arti pentingnya zakat bagi muzaki dan masyarakat sebagai berikut: Pertama, mendidik diri, supaya bersifat pemurah dan penyayang kepada fakir miskin dan orang-orang melarat serta membersihkan hati dari sifat kikir (bakhil).
Kedua, memelihara kehidupan orang-orang fakir miskin dan orangorang yang tidak sanggup berusaha. Ketiga, menumbuhkan sifat berkasih- kasihan antara semua umat Islam dan menguatkan persatuan rakyat.
Keempat, membersihkan negeri dari bahaya pencurian, perampokan, pembunuhan dan kekacauan yang disebabkan oleh kemiskinan rakyat atau mengurangi bahaya itu.
Kemiskinan merupakan persoalan yang perlu mendapat perhatian serius untuk mengatasinya sehingga Rasulullah Saw menyatakan, “Kemiskinan mendekatkan kepada kekufuran.”
Salah satu upaya yang paling kokoh untuk mengatasi persoalan kemiskinan adalah melalui kewajiban zakat bagi yang memiliki harta dalam jumlah dan keadaan tertentu.
Dalam kaitan ini tepat sekali Nurcholish Madjid mengatakan zakat sebagai “finishing touch” usaha pemerataan yang dicanangkan Islam.
Pencapaian tujuan ideal zakat harus didukung dengan penyaluran dan penggunaan (alokasi) zakat yang menggunakan cara taktis dan strategis. Sebab, di samping fungsi utamanya untuk menolong, zakat adalah jalan paling pendek untuk keluar dari kemiskinan dan memagari orang dari jatuh miskin.
Oleh karena itu, setiap muzaki seyogianya menyadari bahwa melaksanakan kewajiban zakat bukan sekedar untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi menyadari bahwa zakat untuk kepentingan masyarakat banyak.
Dalam kacamata Islam, menahan sebagian harta (zakat) yang menjadi hak orang lain dianggap sebagai satu perampasan (konfiskasi).
*Wakil Sekretaris Badan Zakat Nasional (Baznas).