REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu (4/6) sore dijadwalkan akan bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbot di Batam, Kepulauan Riau.
Staf Khusus presiden bidang hubungan internasional, Teuku Faizasyah mengatakan setelah beberapa kali tertunda, pertemuan kedua kepala pemerintahan akan dilakukan. Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari pembicaraan per telepon keduanya di sela-sela Konferensi Open Government Partnership di Bali pada 6 Mei 2014 lalu.
“Hubungan bilateral Indonesia – Australia yang telah dibangun berdasarkan Kemitraan Komprehensif akan dapat kembali dioptimalkan manakala kedua negara mampu membangun kembali trust and confidence dengan mengacu pada suatu code of conduct,” ungkapnya, Rabu (4/6).
Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa mengatakan pertemuan Presiden SBY dengan PM Tony Abbot itu merupakan pertemuan yang penting antara kedua negara untuk kembali memperbaiki hubungan yang sempat tegang.
Menurut Marty, dalam pertemuan nanti, terdapat dua masalah yang penting untuk dibahas, yakni masalah penyadapan serta penyelundupan manusia yang membuat hubungan kedua negara memanas.
"Dua masalah ini harus ada pengelolaannya sebelum adanya normalisasi hubungan Indonesia dan Australia. Setelah kode etik sudah diatasi, kita berbicara tentang pemulihan kerjasama militer, intelijen, dan lain-lain," katanya.
Marty mengemukakan, Indonesia telah mengajukan draft rancangan kode etik pada 24 April lalu kepada Australia. Isinya tak lain Indonesia menekankan agar tak ada lagi aksi penyadapan. Namun, hingga kini belum ada tanggapan resmi dari Australia terkait rancangan kode etik tersebut.
"Belum ada tanggapan dari pihak Australia apakah ini akan menjadi good news atau bad news," katanya.
Sebagaimana diketahui, hubungan Indonesia – Australia sempat tegang menyusul terbongkarnya kasus penyadapan oleh intelijen Australia kepada sejumlah pejabat Indonesia, termasuk percakapan telepon Ibu Negara Ani Yudhoyono.