Jumat 06 Jun 2014 19:45 WIB

Anas Nilai Jaksa KPK Sebagai Penjahit Handal

Anas Urbaningrum
Foto: Republika/ Wihdan
Anas Urbaningrum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang juga mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menilai jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai "penjahit handal" yang mampu membuat "baju baru" meski bahan yang digunakan tidak bagus.

Nota keberatan itu ditulis tangan oleh Anas dalam 30 halaman dan dibacakan dengan berdiri selama sekitar satu jam di hadapan majelis hakim yang dipimpin Haswandi dan disaksikan sejumlah pendukungnya dari Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).

"Sekali lagi, bukan karena 'kekurangan penjahitnya', tetapi kekurangan atau salah yang membeli bahan karena membelinya di toko penampung bahan-bahan palsu dan selundupan. Beruntung penjahitnya sangat handal dan berpengalaman, sehingga tetap bisa menghasilkan baju baru dan terlihat menarik meski bahan-bahan yang asli hanya sebagian kecil saja," tambah Anas.

Penilaian itu, menurut Anas, muncul karena dakwaan disusun dari keterangan dan kesaksian seorang saksi yang tidak kredibel yaitu mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin.

"Apakah cukup dakwaan disusun dari saksi yang tidak kredibel padahal kesaksiannya sebagai bahan utama bahkan kerangka dasar? Kalau ada cacat bawaan dari sisi otentisitas maka dakwaan tidak otentik ada masalah serius kebenaran dan keadilan yang ingin didakwakan. Saksi itu adalah nazarudin yang bekerja untuk sejumlah atau satu kekuatan yang digunakan untuk kepentingan tertentu," ungkap Anas.

Tuding Nazaruddin

Anas menuding Nazaruddin hanyalah tangan dan perkakas yang digunakan oleh kekuatan yang cepat atau lambat akan terbuka.

"Kekuatan itu memakai metode `nabok nyilih tangan? dan pandai berpura-pura untuk menyembunyikan maksud," tegas Anas.

Sehingga dakwaan itu menurut Anas menggunakan metode "otak-atik-gathuk" (diutak-atik tetap cocok) yang sangat spekulatif, misalnya mengenai dakwaan tindak pidana pencucian uang atas aset yang dia dan bapak mertuanya beli.

"Mengait-ngaitkan dan mengira-ngira adalah cara yang sangat dipaksakan dan berbasis pada prasangka buruk, suudzon. Sesuatu yang sangar dilarang agama dan tidak bisa dibenarkan secara hukum,? ungkap Anas.

Anas mengatakan bahwa aset yang didakwakan terkena TPPU merupakan hal yang tidak benar misalnya tanah dan bangunan rumahnya di Jalan Teluk Semangka dan Selat Makassar.

"Tidak benar kalau saya beli aset dari dana sisa hasil kongres atau Permai Grup atau kantong-kantong dana dari anggota DPR. Meski saya tidak mendapat gaji dari partai, bukan berarti tidak punya penghasilan. Aset itu saya beli setelah berhenti menjadi anggota DPR karena saya mendapat penghasilan lain yang tidak ada kaitan dengan DPR," tambah Anas.

Termasuk juga aset atas nama mertuanya Atabik Ali dan kakak iparnya Dina Zad di Jakarta dan Yogyakarta diklaim sebagai harta mereka sendiri.

"Aset terkait mertua dan kakak ipar saya tidak berdasar. Saya tidak pernah membeli aset-aset itu, dan tidak ada kaitan dengan saya. Aset mertua saya di Jakarta adalah sebagai lokasi pos alumni pesantren Kapryak sedangkan aset di Yogya juga bukan milik saya dan saya tidak tahu proses pembeliannya," tegas Anas.

Atas dakwaan itu, Anas bertekad sebesar-besarnya mempertahankan harta tersebut.

"Dalam kaitan dengan tanah, saya teringat dengan terminologi Jawa, 'sadhumuk bathuk sanyari bumi'. Makna bebasnya adalah meskipun hanya sejengkal karena menyangkut kehormatan, tanah harus dipertahankan dan diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Bahkan dalam tradisi Jawa disebut 'ditohi dengan pati', meksipun nyawa yang menjadi taruhannya. Tentu yang saya maksudkan adalah perjuangan dalam proses hukum, bukan seperti perang badar," ungkap Anas.

Dalam perkara ini, ANas diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk satu unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, satu unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement