Sabtu 07 Jun 2014 00:51 WIB

Polri: Masyarakat Harus Patuhi Syarat Pendirian Rumah Ibadah

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Bilal Ramadhan
Aparat Kepolisian Polda DIY melakukan penjagaan di rumah warga yang dirusak oleh sejumlah orang di Sleman, Kamis (29/5) malam.
Foto: Antara/Tirta Prameswara
Aparat Kepolisian Polda DIY melakukan penjagaan di rumah warga yang dirusak oleh sejumlah orang di Sleman, Kamis (29/5) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kepala Polri, Jenderal Sutarman mengatakan rumah pribadi tidak diperbolahkan untuk menjadi tempat ibadah yang rutin digunakan untuk kegiatan ibadah. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Polisi Boy Rafli Amar meminta agar masyarakat mematuhi syarat pendirian rumah ibadah.

Ia memaparkan rumah Nico Lamboan yang dijadikan Majelis Jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia Pangukan, Tridadi, Sleman, sudah disegel oleh pemerintah daerah. Akan tetapi rumah tersebut tetap dialihfungsikan untuk tempat beribadah dan mendapat reaksi dari masyarakat.

Akibatnya tindakan penyerangan akibat ketidaksukaan tidak bisa dihindari. Menurut Boy, ada tahapan dalam mendirikan Masjid atau Gereja yaitu melalui SK bersama Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri. ''Kententuannya mendapatkan persetujuan lingkungan dan diatur dalam SK bersama. Tentunya diatur unsur Pemda dan itu alih fungsi,'' kata Boy.

Jadi, jika berdoa di rumah masing-masing merupakan hak masyarakat. ''Makanya, Kapolri bilang itu bukan berarti tidak boleh beribadah, tapi yang dimaksudkannya rumah yang dialihfungsikan,'' jelasnya.

Dialihfungsikan rumah tersebut yang masuk dalam tahap ilegal, berarti tidak mendapat persetujuan dari pemerintah daerah. Namun begitu, ia tetap mengimbau agar masyarakat tidak menggunakan cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement

Rekomendasi

Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement