REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PusHAM) Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), tidak memungkiri bahwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) seperti perdagangan manusia hingga praktek perdagangan manusia memang terjadi di lokalisasi prostitusi, termasuk Dolly, Surabaya.
Staf Pusham Kota Surabaya Anthon Kurniawan, mengakui, keberadaan lokalisasi prostitusi memang melanggar kalau dilihat dari sisi hukum. Diantaranya melanggar undang-undang perdagangan manusia (trafficking) karena banyaknya perdagangan manusia di lokalisasi ini.
“Kompleksitas masalah lokalisasi prostitusi memang mengarah pada lingkaran seperti perdagangan manusia, mucikari anak-anak, dan pekerja seks komersial (PSK) yang terlilit utang mucikarinya sehingga PSK menjadi korban perbudakan disana,” katanya kepada Republika usai menjadi pembicara di acara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya dengan tema 'Dolly Ditutup, Problem Makin Meletup?' di Surabaya, Sabtu (7/6).
Padahal, dia melanjutkan, tidak ada PSK yang berkeinginan menjual diri. Untuk itu, kata Anthon, seharusnya pelanggaran-pelanggaran HAM tersebut bisa diproteksi. Sehingga, PusHAM Surabaya tidak melarang rencana Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk menutup kompleks prostitusi yang terbesar di Asia tenggara pada 18 Juni 2014.
Namun, pihaknya mengingatkan bahwa penutupan tersebut harus mengedepankan dampak yang ada. Pemerintah dimintah harus memikirkan bagaimana dampak wajah sekitar Dolly pascapenutupan. Apalagi, Dolly menjadi gantungan hidup tidak hanya untuk PSK dan mucikarinya melainkan juga warga setempat. Misalnya warga sekitar Dolly yang memiliki usaha pencucian pakaian, hingga setrika pakaian.
“Pemerintah harus bisa melihat dampak penutupan Dolly dari semua aspek, mulai sosial,budaya, dan ekonomi. Kemudian penanganannya harus secara keseluruhan,” ujarnya.
Dengan antisipasi yang baik, ancaman peningkatan pengangguran, meningkatnya kriminalistas hingga penyebaran virus HIV AIDS yang tidak terkontrol tidak terjadi. Selain itu, menyebarnya PSK ke kampung-kampung, kafe hingga warung dapat dicegah.
“Namun jika gagal, Pemerintah Kota Surabaya hanya bisa menyelesaikan masalah penutupan Dolly tetapi kemudian meninggalkan masalah baru,” ujarnya.