REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kamis (12/6) ini merayakan ulang tahun kedua. Sebagai evaluasi bagi semua penyelenggara pemilu, selama dua tahun ini telah sebanyak 207 penyelenggara yang diberhentikan DKPP.
"Peringatan ini bukan untuk hura-hura tapi ekspresi keprihatinan tentang kualitas penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilu presiden. Dua tahun ini jadi bahan untuk merenung apa yang seharusnya diperbaiki," kata Jimly saat peringatan dua tahun DKPP, di kantor DKPP, Jakarta, Kamis (12/6).
Jimly memaparkan dari tahun 2012 hingga Juni 2014 DKPP menerima 1.389 pengaduan. Sebanyak 50 persen lebih di antaranya terbukti melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu. "Artinya laporan atas yang 50 persen ini bukan karena sakit hati dan politis saja, tapi memang ada pelanggaran," kata dia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga mengungkapkan DKPP menerima 547 pengaduan usai Pileg 2014. Telah diputuskan, 81 penyelenggara diberhentikan tetap. Kemudian 82 diberi peringatan, dan 55 penyelenggara direhabilitasi.
Karena itu, menjelang pemungutan suara pilpres nanti, Jimly mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan jajarannya untuk mengevaluasi kinerjanya. Apa lagi potensi ketegangan dan konflik pilpres yang hanya diikuti dua pasangan calon cukup tinggi.
Sementara itu, Ketua KPU, Husni Kamil Manik yang hadir saat acara tersebut mengatakan, penyelenggara pemilu harus siap diberi peringatan walaupun tidak ada dalam teks kode etik. Meski banyak diberhentikan dan diberikan peringatan, menurutnya jajaran KPU hingga ke tingkat KPPS juga memiliki beban moral yang tinggi.
"Mungkin di antara yang sudah diberhentikan ini PPK, PPS, dan KPPS mereka senang kalau diberhentikan. Ternyata setelah ditelusuri, kalau kami jadi penyelenggara pemilu, honornya segitu-segitu saja," kata Husni.