REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemerintah Kabupaten Sleman membebaskan pajak untuk penginapan yang menggunakan rumah penduduk atau homestay di desa wisata. Pembebasan pajak tersebut untuk membantu meningkatkan ekonomi warga di kawasan desa wisata.
Kepala Bidang Pendaftaran dan Pendataan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sleman, Fahmi Khoiri mengakui homestay di desa wisata tidak masuk dalam objek pajak yang diatur dalam peraturan daerah nomor 1 tahun 2011 tentang pajak hotel. Pajak hanya dipungut untuk hotel, motel, losmen, gubuk pariwisata, rumah penginapan, guest house, dan kos yang memiliki lebih dari 10 kamar. "Secara eksplisit, pengaturan pajak untuk penginapan di rumah penduduk belum ada," ujar Fahmi ditemui di kantornya akhir pekan lalu.
Pajak sebesar 10 persen dari biaya sewa dikenakan untuk jasa penginapan. Pajak juga dipungut untuk pelayanan di penginapan seperti fasilitas olahraga dan hiburan. Namun, petunjuk teknis dari bupati juga belum mencakup homestay di desa wisata.
Menurut Fahmi, pembebasan pajak homestay di desa wisata mempertimbangkan program peningkatan pariwisata. Meski demikian, pembebasan pajak untuk penginapan juga diberlakukan untuk jasa tempat tinggal atau asrama yang diselenggarakan pemerintah serta jasa apartemen dan kondominium. Apartemen dan kondominium sudah dikenai pajak penambahan nilai (ppn) sehingga tidak dipungut pajak jasa sewa.
Pembebasan pajak untuk homestay berlaku meski hotel merupakan penyumbang pendapatan pajak yang nilainya relatif besar. Pajak hotel merupakan pendapatan terbesar keempat untuk Sleman yang nilainya mencapai Rp41,5 miliar dari total penerimaan pajak 2013 sebesar Rp281 miliar.
Sementara itu, homestay yang berada di luar desa wisata tetap dikenai pajak. Pengelola homestay di Caturtunggal, Sleman, Yanto mengaku dikenai pajak 10 persen dan harus mengurus perizinan. "Meski kami homestay, bayar pajak dan izinnya sama seperti hotel," ungkapnya.