Senin 16 Jun 2014 18:51 WIB

Akil Mochtar Dituntut Hukuman Seumur Hidup

Rep: Gilang Akbar Pambudi/ Red: Taufik Rachman
Terdakwa kasus suap penanganan sengketa pemilukada di Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (16/6).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Terdakwa kasus suap penanganan sengketa pemilukada di Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (16/6).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Eks Ketua Mahkamah Konsitusi (MK) Akil Mochtar dituntut penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Akil dinilai JPU terbukti melanggar Pasal 12 huruf C terkait penerimaan suap, Pasal 11 terkait gratifikasi, UU 20/2001 Tentang Tipikor serta Pasal 3 dan Pasal 4 UU 8/2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

 

“Menuntut terdakwa Akil Mochtar dengan hukuman pidana kurungan seumur hidup dan denda Rp 10 miliar. Terdakwa juga dituntut untuk dihilangkan hak memilih dan dipilih dalam  Pemilu di Indonesia” kata Jaksa Pulung Rinandoro membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Senin (16/6).

 

JPU menyatakan, Akil terbukti menerima hadiah atau janji untuk pengurusan sejumlah sengketa Pilkada di MK selama ia menjadi hakim agung sejak 2010 silam. Dari 15 sengketa, Akil disebut sudah menerima uang sebesar Rp 57,7 miliar plus 500 ribu Dollar AS dari para penyuapnya.

 

Jaksa Pulung menjelaskan, untuk pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Lebak, Palembang, Lampung Selatan, dan Empat Lawang, Akil menerima masing-masing, Rp 3 miliar, Rp 1 miliar, Rp 19,866 miliar, Rp 500 juta, serta Rp 10 miliar dan 500 ribu Dollar AS. Akil pun terbukti menerima janji Rp 10 miliar untuk sengketa Pilkada Jawa Timur.

 

“Terdakwa juga terbukti menerima uang terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton Rp 1 miliar, Kabupaten Pulau Morotai Rp 2,989 miliar dan  Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar Rp 1,8 miliar,” kata Jaksa Pulung.

 

Tak hanya itu, Akil dikatakan JPU terbukti melakukan TPPU senilai Rp 161 miliar sejak menjadi hakim konsitusi pada 22 Oktober 2010 hingga 2 Oktober 2013. Termasuk, TPPU saat Akil menjadi anggota DPR RI sejak 17 April 2002 hingga 21 Oktober 2010 yang jumlahnya diduga mencapai Rp 20 miliar juga akan diusut oleh KPK .

Tuntutan ini semakin diperberat dengan penilaian JPU yang menganggap selama persidangan, Akil tidak kooperatif dan tak jujur dalam memberikan keterangan. "Atas semua perbuatannya, terdakwa juga telah menodai wibawa MK sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. " kata Jaksa Pulung.

Menanggapi tuntutan, Akil dan penasehat hukumnya langsung mengajukan nota pembelaan atau pledoi. “Permohonan diterima, sidang dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda pembacaan pledoi terdakwa dan penasehat hukum,” ujar Ketua Majelis Hakim Suwidya menutup sidang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement