REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim) Syaifullah Yusuf mengatakan, penutupan lokalisasi Dolly merupakan sebuah ijtihad yang panjang. " Sejak 2010 lalu kami menghimpun suara masyarakat mengenai penyakit-penyakit sosial yang marak terjadi dan harus diberantas. Kami kemudian mendengar jutaan orang mengeluhkan keberadaan lokalisasi," kata Gus Ipul kepada Republika Online, kemarin.
Menurut dia, Dolly memang layak ditutup. Pasalnya, ia tidak ingin anak-anak yang tinggal di sekitaran tempat pelacuran itu tumbuh dan berkembang dengan disuguhi pemandangan tidak baik.
"Kasihan. Perkembangan kepribadian mereka tentu akan sangat memprihatinkan nantinya. Anak harus tumbuh dalam miliu yang positif tentunya. Mereka membutuhkan lingkungan yang mendidik, mengajarkan keteladanan dan kebaikan. Kelak mereka nantinya menjadi penerus bangsa ini," kata mantan menteri pembangunan daerah tertinggal (PDT) itu.
Gus Ipul menyatakan, ;okalisasi tentunya tidak sekadar memiliki satu penyakit sosial. Di dalamnya, kata dia, ada rentetan penyakit lainnya yang tidak menutup kemungkinan mengandung unsur pidana. "Ada judi, narkoba, dan berbagai penyakit lainnya yang tentu akan membuat kita semua prihatin."
Mantan ketua umum GP Anshor itu menyatakan, dari keluhan itu semua tentu pemerintah menganalisis pentingnya proses regenerasi pemimpin bangsa yang baik. Jangan sampai proses melahirkan generasi muda itu dinodai dengan penyakit sosial. Dengan langkah penutupan itu, ia berharap citra provinsi Jatim juga bisa lebih baik.
"Kami tidak ingin provinsi ini dikenal karena lokalisasinya. Dikenal sebagai provinsi dengan potensi wisata yang baik dan produk budaya yang menjunjung tinggi etika jauh lebih baik. Kami ingin membangun branding yang bisa mengharumkan Indonesia," ujar Gus Ipul.