REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyikapi kabar yang dilansir the Wallstreet Journal Indonesia mengenai permintaan resmi Duta Besar Amerika Serikat (Dubes AS) untuk Indonesia agar menyelidiki Prabowo terkait dengan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pengamat politik sekaligus Direktur Lembaga Survei Nasional (LSN), Umar S. Bakry, mengatakan Amerika Serikat telah melanggar asas non-intervence.
“Kalau benar kabar itu, berarti Amerika sudah melanggar apa yang dalam hubungan internasional disebut dengan asas non-intervence.” kata Umar saat dihubungi RoL, Selasa (24/6).
Menurut Umar, Amerika Serikat melanggar asas non-intervence karena telah mencampuri urusan dalam negeri negara lain. “Masalah ini kan di dalam negeri saja belum clear, tapi negara asing seakan sudah memvonis kalau Prabowo yang melanggar HAM.” kata Umar.
Menurut Umar, ada agenda setting AS dalam pernyataan Dubes AS tersebut. Pernyataan tersebut dinilai sarat dengan muatan politis. Umar megnatakan, sebagai negara besar dan super power, tidak bisa dibantah bahwa AS memiliki kepentingan strategis di berbagai negara di dunia.
Oleh karena itu, sudah bukan rahasia lagi, AS seringkali bermain dalam menentukan kepemimpinan negara-negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. “Untuk memelihara kepentingannya, AS tentu akan ikut bermain bagaimana menentukan masa depan kepemimpinan di Indonesia.” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Robert Blake mengatakan pemerintah Indonesia harus menyelidiki tuduhan keterlibatan calon presiden Prabowo Subianto dalam pelanggaran atas hak asasi manusia (HAM) pada dasawarsa 1990-an.
Meski demikian, Blake buru-buru menambahkan jika pemerintahnya tidak memihak calon tertentu. “Namun, kami menganggap serius dugaan pelanggaran HAM dan menyerukan pemerintah Indonesia untuk sepenuhnya menyelidiki tuduhan tersebut,"ujar Blake lewat surat elektronik yang dilansir indo.wsj.com.
Blake mengatakan AS dapat bekerja sama dengan siapa pun calon yang akhirnya terpilih. Kedutaan besar AS mengungkapkan dukungannya terhadap penyelidikan dan penyelesaian pelbagai dugaan kasus pelanggaran HAM.
Isu pelanggaran HAM terus menyerang kubu capres nomor urut 1, Prabowo Subianto. Dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beredar di media, Prabowo diberhentikan dengan hormat dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) pada 1998 karena melawan perintah atasan serta menangkap sembilan aktivis mahasiswa.