REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengatakan pemberitaan tentang kisruh pemungutan suara pemilu presiden di Hong Kong terlalu didramatisir. Apa yang terjadi Ahad (6/7) kemarin di Victoria Park menurutnya tidak sesuai dengan pemberitaan media dan pembicaraan di jejaring sosial.
"Apa yang sampai di tanah air itu adalah blow up media yang luar biasa. Saya muslim dan tidak mau menggadaikan puasa saya, tidak mungkin kami tidak melayani hak warga negara kalau dia sedang dalam posisi mengantri di TPS," kata Muhammad, di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (7/7).
Muhammad mengatakan, berdasarkan hasil pemantauannya secara langsung di Victoria Park kemarin, membenarkan ada sekelompok WNI yang melakukan unjuk rasa. Menurutnya, sebelum pukul 17.00 waktu setempat TPS sudah sepi. Namun 30 menit setelah TPS ditutup, tiba-tiba gerombolan orang datang menyatakan mereka belum memilih.
"Ada gerombolan orang yang menyatakan mereka belum memilih, padahal jarinya sudah hitam. Pas ditanya mereka katakan solidaritas kepada orang yang belum memilih. Tapi media menangkap seluruhnya yang belum memilih," jelas Muhammad.
Karena itu, Muhammad meminta masyarakat bijaksana dalam mencerna informasi yang disampaikan berbagai pihak. Karena tekanan menjelang pemungutan suara harus dihadapi dengan jernih dan tenang.
Sebelumnya, pada Ahad sore, jejaring sosial facebook dan twitter diramaikan isu tentang pemilu di Hong Kong yang nyaris rusuh. Lantaran ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) tidak bisa menggunakan hak pilihnya di TPS yang dibangun di Victoria Park, Hong Kong.
Mereka tidak bisa memilih karena TPS sudah ditutup pada pukul 17.00 waktu setempat. Sementara penyelenggara pemilu disebut tidak berupaya mengakomodir kepentingan pemilih.