REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDI Perjuangan menyindir sikap sejumlah fraksi di DPR yang mengubah mekanisme pemilihan pimpinan lewat pengesahan RUU Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3). Keputusan tersebut dianggap tak selaras dengan aspirasi rakyat saat pileg.
"Harus dipahami, elite kedaulatan dalam keputusan politik tidak ditentukan sosok Aburizal Bakrie, Suryadharma Alie, Setya Novanto yang mencoba menjauhkan keputusan rakyat dengan yang terjadi di DPR," kata Wasekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto di Jakarta Selatan, Rabu (9/7).
Aburizal adalah Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto Ketua Fraksi Partai Golkar, dan Suryadharma Alie Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan.
Hasto mengatakan, manuver politik para elite mestinya sejalan dengan dukungan rakyat. PDIP sebagai partai peraih kursi terbanyak merasa lebih berhak menjadi ketua DPR. "Kemudian dipatahkan ambisi kekuasaan," ujar Hasto.
PDIP melihat adanya upaya melanggengkan kepentingan tertentu di balik pengubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR. Fraksi yang mendukung kebijakan tersebut dipandang telah menjauhkan esensi demokrasi dari rakyat. "Saya tahu dari tangan-tangan mereka sebenarnya demokrasi dikerdilkan," katanya.
Sebelumnya enam fraksi di DPR yakni Golkar, Demokrat, PKS, PAN, PPP, Gerindra, sepakat mengesahkan RUU Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (RUU MD3). Salah satu implikasinya adalah mengubah mekanisme pemilihan pimpinan DPR.
Pimpinan DPR tak lagi otomatis berasal dari partai politik peraih kursi terbanyak. Melainkan dipilih langsung oleh seluruh anggota DPR secara paket melalui sidang paripurna.