REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Hukum DPP PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan menengarai motif di balik RUU MPR, DPR, DPD, DPRD (RUU MD3).
Ia menilai, fraksi ingin mempermalukan PDIP sebagai partai pemenang pemilu. "Mereka ingin permalukan PDIP," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (10/7).
Sebelum UU MD3 direvisi, partai pemenang pemilu berhak mendapatkan jatah kursi ketua DPR. Namun setelah direvisi, aturannya menjadi berubah.
Partai pemenang tak otomatis menjadi ketua DPR. Artinya, sebagai pemenang pemilu hak PDI Perjuangan mendapat kursi ketua DPR dijegal. "PDIP boleh menang pemilu tapi tidak mendapat apa-apa," ujar Trimedya.
Ketua Kelompok Fraksi (kapoksi) PDIP di Komisi III itu merasa ada yang janggal di balik persetujuan enam fraksi terhadap revisi UU MD3. Pertama, revisi UU MD3 terlalu terburu-buru disahkan sebelum pemilu presiden. Padahal masih terdapat sejumlah pasal yang dipertanyakan oleh PDIP.
Seperti pembubaran Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) sebagai alat kelengkapan DPR. Kedua, mengenai pasal 84 tentang pengubahan sistem pemilihan pimpinan DPR yang baru dimasukan setelah konfigurasi perolehan kursi partai politik di DPR diumumkan KPU. "Sebelumnya tidak ada dalam DIM (daftar inventarisasi masalah)," kata Trimedya.
PDIP menyatakan, tak khawatir kalau pemerintahan Jokowi-JK akan dijegal DPR jika kursi ketua DPR gagal mereka dapatkan. Ia percaya selama pemerintahan Jokowi-JK mengeluarkan program yang prorakyat maka tidak ada alasan DPR menolak. "Selama program untuk rakyat tidak masalah," ujarnya.
Kamis (10/7) enam fraksi di DPR yakni Golkar, Demokrat, PKS, PAN, PPP, Gerindra, sepakat mengesahkan perubahan RUU MD3. Implikasinya antara lain, pengubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR
Pimpinan DPR tidak lagi otomatis berasal dari partai politik peraih kursi terbanyak. Melainkan dipilih langsung oleh seluruh anggota DPR secara paket melalui sidang paripurna.