REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Ade Armando mengatakan hitung cepat yang dilakukan RRI merupakan hak media tersebut sebagai lembaga penyiaran untuk mengumpulkan dan menyiarkan informasi kepada masyarakat.
"Saya menolak KPI melarang penyiaran quick count apalagi melarang RRI melakukan dan menyiarkan quick count. Itu hak (RRI) mengumpulkan dan menyiarkan informasi untuk media massa," katanya, Rabu (16/7).
Ia menegaskan jika KPI berani melarang bisa diajukan ke pengadilan karena melarang menyiarkan hasil quick count. Menurutnya, yang dilarang itu kalau hitung cepat itu bohong.
Apalagi, kata Ade, RRI mendanai survei hitung cepat dari dana sendiri melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"RRI dana dari APBN, dari litbang RRI. Kalau survei Kompas dari mana? Kompas. Jadi RRI mengeluarkan dana sendiri untuk melayani publik. Jadi, Komisi I panggil RRI itu berlebihan dan harus kita curigai," kata Ade.
"RRI sudah melakukan quick count sejak tahun 2009 dan saat itu Komisi I memuji RRI. Tapi kenapa sekarang marah, jangan-jangan karena salah satu anggota KPI duduk di tim hore-nya salah satu kubu kandidat saat debat Capres. Kalau sekarang KPI tegur kita harus curiga, karena media massa sedang menjalankan perannya memberi informasi ke publik," tambah Ade.