Jumat 01 Aug 2014 13:36 WIB

Relawan Indonesia di Gaza Disembunyikan Demi Keamanan

Rep: c73/ Red: Muhammad Hafil
Terowongan bawah tanah Gaza-Israel
Foto: AP
Terowongan bawah tanah Gaza-Israel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden organisasi nirlaba profesional Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin mengatakan, saat ini para relawan Indonesia di Gaza tidak bisa dihubungi media menyangkut keamanan mereka sendiri di sana. Menurutnya, permintaan dari lapangan sendiri agar tidak menghubungi melalui media seperti telepon. Karena menurutnya, signal bisa dengan mudah terdeteksi teknologi Israel.

Dalam kondisi perang yang semakin memanas, hal itu dapat membahayakan keselamatan para relawan yang memasok bantuan ke Gaza. Apalagi tuturnya, Israel tengah gencarnya menghancurkan terowongan-terowongan yang dibuat pejuang Palestina di Jalur Gaza. 

Meskipun begitu menurutnya, saat ini mereka dalam kondisi aman. Hanya saja, posisi mereka disembunyikan demi keamanan. Ia menambahkan, saat ini para relawan dari Indonesia dan negara lainnya masih berada di Rafah, kota di perbatasan Palestina dan Mesir.

Sementara itu, pasokan bantuan menurutnya masih bisa disalurkan ke wilayah Gaza melalui strategi yang juga tidak bisa ia sebutkan. 

"Alhamdulillah setiap amanah bisa digelontorkan dengan baik ke Palestina," tuturnya kepada Republika (Jum'at, 1/8).

Ia menambahkan, bantuan dapat dipasok ke jalur Gaza berkat kerjasama dengan relawan yang merupakan penduduk Gaza sendiri. Karena tanpa mereka tuturnya, para relawan asing termasuk dari Indonesia kesulitan untuk mengirim pasokan bantuan. 

Relawan penduduk Gaza itu menurutnya, adalah orang yang telah dipercaya bertahun-tahun dan ACT memiliki kriteria tertentu untuk menjadikan mereka relawan. 

Menjelang Idul Fitri, pasokan bantuan diantaranya 50 ton beras dan 5,2 ton daging telah berhasil digelontorkan ke jalur Gaza. Melihat kondisi dan serangan Israel yang semakin brutal, pihak ACT dan para relawan lainnya tuturnya harus memaksa segala strategi guna memasok pangan ke Gaza.

Ahyudin juga menuturkan, warga Palestina terutama di Gaza tidak dapat merasakan suasana lebaran. "Seperti tidak ada lebaran. Semua yang ada kekacauan dan ketakutan," tambahnya. 

Bahkan Ahyudin melihat, serangan Israel yang lebih meningkat seolah-olah dimulai setelah Idul Fitri. Dimana setelah Idul Fitri, korban yang tewas telah mencapai lebih dari 1.375 orang. 

Ahyudin juga menyatakan kekecewaannya terhadap Mesir. Karena menurutnya, Mesir tetap bersikukuh untuk tidak ingin membuka gerbang Rafah. Padahal ini adalah akses untuk memasok bantuan ke wilayah Gaza. 

Terkadang Mesir menurutnya bersedia membuka akses tersebut, itupun hanya kepada negara yang dinilainya sebagai sahabat. Padahal tambah Ahyudin, negara apapun yang menghalangi akses bantuan ke penduduk sipil yang terkena konflik adalah melanggar HAM.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement