REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hannan Putra
Tinggal di AS dan memberi pemahaman soal Islam dirasa jauh lebih berguna.
JAKARTA -- Serangan 11 September yang menghantam World Trade Center di Amerika Serikat (AS) telah melahirkan bidang kajian Islamofobia.
Islamofobia merujuk pada asumsi, praktik, teori, dan perlakuan terhadap Islam dan Muslim yang didasari oleh kekhawatiran Islam adalah sumber kekerasan dan Muslim adalah teroris.
Cara berpikir seperti itu merugikan Muslim di Amerika dan seluruh dunia. Sebab, 1,3 miliar Muslim bisa dengan mudah diklasifikasikan sebagai teroris dan persepsi seperti ini kemudian diperkuat dengan kebijakan War on Terror.
Meski mengklaim sebagai negara dengan tingkat demokrasi tinggi, faktanya islamofobia masih menjadi momok di Amerika Serikat (AS).
Stigma negatif inilah yang menggerakkan seorang Muslimah asal Indonesia menyampaikan nilai Islam yang benar lewat jalur akademik.
Dr Etin Anwar, begitu ia dipanggil oleh mahasiswa-mahasiswanya di Hobart and William Smith College AS. Di kampusnya, ia bertanggung jawab mengajar Islam dan mengasuh mata kuliah Introduction to Islam, Gender and Islam, Ethical Debates in Medicine dan Islamic Ethics and Politics.
"Dalam posisi saya sebagai dosen, saya bisa memenuhi tanggung moral untuk menjadi saksi atas ajaran Islam yang rahmatan lil alamin," terangnya kepada Republika via surat elektronik.
Di kampus itu jualah ia menemukan manfaat yang besar dalam mengamalkan ilmu Islam. "Karena kehadiran saya memberikan saksi tidak semua orang Islam teroris dan tidak semua perempuan Muslim tertindas. Selain itu, saya juga sangat bangga bisa mewakili umat Indonesia yang terkenal sangat moderat," tambahnya.
Secara umum, warga AS masih percaya dengan asumsi-asumsi tentang Islam yang lekat dengan kekerasan seperti banyak digaungkan media setempat.
Perjuangan melawan asumsi-asumsi negatif terhadap Islam itu tidaklah mudah. Inilah yang menjadi jihad bagi seorang Etin. Seusai kuliah di AS, ia langsung menjadi teaching fellow di Hamilton College dan mengajar Islam.