Kamis 07 Aug 2014 13:41 WIB

Bertobat dengan Mengikat Diri (2-habis)

Pertobatan yang sungguh-sungguh dan disertai penyesalan pasti diterima Allah SWT.
Foto: Blog.febc.org
Pertobatan yang sungguh-sungguh dan disertai penyesalan pasti diterima Allah SWT.

Oleh: Nashih Nashrullah

Sebelumnya, Rasulullah meminta pendapat mereka agar yang akan memberikan keputusan adalah Sa'ad bin Mu'adz.

Begitu anak-anak dan istri-istri mereka melihat Abu Lubabah datang, mereka menangis meraung-raung, memohon belas kasihannya. Sudah tentu, Abu Lubabah sebagai manusia tidak bisa menyembunyikan rasa iba dan harunya kepada mereka.

"Kami sudah mengatakan bahwa penduduk Madinah pada umumnya berhati lembut dan berjiwa pemaaf. Kasih sayangnya kepada sesamanya sangat besar," kata mereka.

Tentu saja Abu Lubabah, sebagai manusia, terpengaruh dengan ucapan ini. Mereka bertanya, "Wahai Abu Lubabah, bagaimana pendapatmu, apakah kami akan tunduk kepada putusan Sa'ad bin Mu'adz?"

Abu Lubabah lalu mengisyaratkan kepada mereka dengan tangannya yang diletakkan ke lehernya bahwa mereka akan disembelih. Maka, ia menyuruh mereka agar tidak mau menerima.

Abu Lubabah menyadari kesalahannya. "Demi Allah, kedua kakiku belum beranjak dari tempatku, melainkan telah mengetahui bahwa aku telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya."

Ia kemudian pergi ke masjid dan mengikatkan tubuhnya pada salah satu tiang. "Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum hingga mati atau Allah mengampuni dosaku itu," ujarnya lirih.

Tujuh hari lamanya ia tidak makan dan minum, sehingga tak sadarkan diri, kemudian Allah mengampuninya. Lalu, ada yang menyampaikan berita itu kepadanya, "Wahai Abu Lubabah, Allah telah mengampuni dosamu."

Ia berkata, "Tidak. Aku tidak akan membuka ikatanku sebelum Rasulullah datang membukanya."

Tak lama setelah itu, Rasulullah pun datang membukanya. Abu Lubabah berkata kepada beliau, "Kiranya akan sempurna taubatku, kalau aku meninggalkan kampung halaman kaumku, tempatku melakukan dosa. Dan, aku akan menyumbangkan seluruh hartaku."

Rasulullah SAW menjawab, "Kau hanya dibenarkan menyumbang sepertiganya saja." Atas sikapnya itu, wajar bila Abu Lubabah termasuk dalam kategori penduduk Madinah yang berakhlak mulia, seperti tergambar dalam surah al-Hasyar ayat 9.

“Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. " (QS al-Hasyr: 9).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement