REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengaku butuh kewaspadaan masyarakat menghadapi penyebaran ISIS. Kepala Biro Penmas Divhumas Polri, Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan, hal terpenting ialah resistenti dari masyarakat itu.
"Yang penting yang bagus ialah resistensi sudah tumbuh. Beberapa tokoh sudah lakukan upaya imbauan buat masyarakat. Itu penting buat polisi. Jangan sampai generasi muda gabung," kata dia, Kamis (7/8).
Boy melanjutkan, yang dimaksud resistensi ialah sikap tokoh yang menolak ISIS ada di Indonesia dan gerakan masyarakat. Namun, Boy menegaskan, masyarakat tidak diperbolehkan 'main hakim' sendiri untuk menghilangkan ISIS dari Indonesia karena Indonesia merupakan negara hukum.
Hal utama ialah, mengkritisi pengajakan yang mengatasnamaan ISIS. "Yang penting diajak tidak mau jika ada yang mengajak. Sekarang era keterbukaan, ajakan bisa darimana saja, bisa dari media sosial. Dan yang diajaknya harus bisa tahu baik tidaknya," kata dia.
Menurut Boy, incaran ISIS ialah generasi muda yang lahir pada tahun 90-an dan kini berusia sekitar 30 tahun. Generasi muda ini dibuat tertarik dengan perjuangan atas nama agara. "Tapi dia belum memahami apa yang terjadi di Suriah dan belum paham ISIS itu apa," kata dia.
Boy meminta, jika ada yang mengajak, sebaiknya bertanya kepada tokoh agama yang memiliki pengetahuan agama. Boy menegaskan, ISIS tidak sejalan dengan agama, dan bukan berasal dari faham sebuah agama.
"Anak muda jangan sampai larut dalam pandangan yang tidak berdasar kepada kebenaran. ISIS berjuang dengan senjata api, dan pasti betrok dengan alat negara," kata dia.