REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Pertanahan Karawang Barat, Andi Bakti menyelesaikan pemeriksaannya selama kurang lebih lima jam di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pemeriksaan itu, Andi ditanya penyidik mengenai bagaimana proses penerbitan izin Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) yang di ajukan PT Tatar Kertabumi kepada Pemerintah Kota Karawang.
"Ditanya masalah perizinan," kata Andi, setelah menyelesaikan pemeriksaannya di KPK, Selasa (12/8).
Andi mengatakan, proses pembuatan SPPL itu sudah selesai tahun 2013 yang menjadi persyaratan PT Tatar Kertabumi mendirikan mal di Karawang Jawa Barat. "Sudah selesai tahun 2013," ujarnya.
Saat ditanya berapa biaya penerbitan SPPL yang diajukan ke PT Tatar Kertabumi oleh Pemerintah Kota Karawang? "Sudah jangan tanya aku, semua sudah disampaikan ke penyidik," katanya.
Dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan izin Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan, KPK hari ini, memeriksa Camat Karawang Barat Unang Saepudin, Kepala Kantor Pertanahan Karawang Barat Andi Bakti, dan staf kantor Pertanahan Karawang Barat.
Disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha tiga perangkat daerah Karawang itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ade Swara dan Nurlatifah yang menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan pengurusan izin Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) senilai Rp 5 miliar terhadap PT Tatar Kertabumi.
Sebelumnya, Ade dan istrinya, Nurlatifah yang merupakan anggota DPRD Kabupaten Karawang tertangkap tangan saat Penyidik KPK melakukan giat operasi tangkap tangan di Karawang tanggal 17 Juli 2014.
Saat ini Ade ditahan di rumah tahanan Guntur, Jakarta Selatan, sementara Nurlatifah, ditahan di rutan KPK, Kuningan, Jakarta.
Berdasarakan gelar perkara, KPK menduga Ade dan Nurlatifah meminta duit kepada PT Tatar Kertabumi sebesar Rp 5 miliar untuk mendapatkan surat izin pembangunan sebuah mal di Karawang.
PT Tatar Kertabumi menyanggupi permintaan Ade dan istrinya. Duit itu diserahkan dalam bentuk dolar sebesar US$ 424.439 kepada Ali, adik Nurlatifah. Uang tersebut lalu diserahkan Ali kepada kakaknya di rumah dinas Ade.
Atas perbuatannya KPK menerapkan pasal Pasal 12 e atau Pasal 23 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada Ade dan Nurlatifah.