REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Realisasi pembangunan industri garam berskala besar di Desa Oebelo, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) oleh PT Garam Indonesia masih terkendala lahan.
Lahan seluas sekitar 6.000 haktare itu, saat ini masih dikuasai PT Panggung Guna Ganda Semesta (PGGS), yang memperoleh HGU atas tanah negara seluas 3.795.662 ha dan HGB seluas 90.518 hektare sejak tahun 1992, kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTT, Bruno Kupok di Kupang, Jumat, terkait perkembangan rencana investasi garam di Desa Oebelo Kupang.
Menurut dia, pada tahun 1996, PGGS juga sudah memperoleh persetujuan izin dari Menteri Negara Penggerak Dana Investasi Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, tetapi hingga saat ini belum ada aktivitas.
Perusahan itu, kata dia, hanya membangun gedung kantor permanen di sekitar Desa Tuapukan untuk mendukung rencana investasi, tetapi sejauh ini tidak dimanfaatkan.
Permasalahan lain adalah pada tahun 1996-2002, Pemerintah Kabupaten Kupang sudah memberikan HGU pada tujuh perusahan yang akan membangun industri garam di Teluk Kupang, di luar areal PGGS, tetapi sampai sekarang tidak satupun yang membangun.
Dalam hubungan dengan penguasaan lahan oleh sejumlah perusahan itu tersebut, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah mengusulkan kepada Badan Pertanahan Nasional untuk menjadikan kawasan itu sebagai kawasan terlantar.
Namun, usulan pemerintah tersebut, hingga saat ini belum mendapat respon dari BPN pusat, ucap Bruno Kupok.
"Setelah ditetapkan sebagai kawasan terlantar, baru BPN bisa menerbitkan HGU dan HGB baru bagi PT Garam Indonesia," tuturnya.
Dia berharap, BPN segera mengalihkan lahan tersebut agar pembangunan industri skala besar di daerah ini dapat direalisasi.