Oleh: Harun Husein
Pada 1909, Sultan Abdul Hamid II dilengserkan oleh Turki Muda yang dipimpin Kemal Ataturk. Turki Muda kemudian menunjuk Mahmud Rasyid – saudara Abdul Hamid II— sebagai sultan, namun dia hanyalah simbol yang relatif tak memiliki kekuasaan.
Akhir 1914, Inggris mengumandangkan perang melawan Khilafah Usmani. Dua bulan setelahnya, Herbert Louis Samuel, politisi liberal Inggris—yang belakangan menjadi orang Yahudi pertama yang memimpin partai besar di Inggris—mengajukan memorandum bertajuk “Masa Depan Palestina”, kepada Kabinet Inggris. Dia meminta perlindungan Inggris untuk mendukung imigrasi Yahudi ke Palestina. Dia tak bertepuk sebelah tangan.
Pada 2 November 1917, pemerintah Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour. Deklarasi ini adalah sebuah surat dari Menteri Luar Negeri Inggris, James Balfour, kepada pemimpin komunitas Yahudi Inggris, Baron Rothschild. Isinya, pemerintah Inggris mendukung pendirian Tanah Air untuk orang Yahudi di Palestina, dan akan melakukan usaha terbaik agar tujuan itu tercapai.
Hanya sebulan kemudian, pasukan Inggris di bawah pimpinan Jenderal Allenby, telah memasuki Yerusalem. Inggris mengambil alih kontrol atas Palestina, setelah mengalahkan tentara Usmani pada Perang Yerusalem.
Usmani saat itu memang sudah sangat lemah. Setelah kalah pada Perang Dunia I, pada tahun 1924, Khilafah Usmani pun bubar. Jenderal Allenby memasuki Yerusalem dengan berjalan kaki, dari arah yang dulu digunakan Khalifah Umar saat memasuki Yerusalem. Salah satu pernyataan Allenby yang terkenal adalah: “Baru sekaranglah Perang Salib berakhir.”
Dan, cerita pun berlanjut. Pada 14 Mei 1948, Negara Israel dideklarasikan oleh David Ben-Gurion, Ketua Organisasi Yahudi Internasional. Sejak saat itu, Timur Tengah tak pernah berhenti bergolak. Lantas, apakah hanya yang membawa orang-orang Yahudi ke Tanah Suci, yang menjadi kandidat Ya’juj dan Ma’juj?
Bagaimana dengan orang-orang Yahudi sendiri? Soal ini pun menarik untuk ditelusuri. Betapa tidak, lebih dari 90 persen Yahudi di muka bumi, dan sebagian besar yang mendirikan Negara Israel dan mendiaminya, adalah Yahudi Ashkenazi. Banyak tokoh yang menuding Yahudi Ashkenazi bukan keturunan Ibrahim, Ya’qub, dan Ishak. Antara lain Ernest Renan dan Arthur Koestler.