REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah dinilai lambat menertibkan perngusaha rokok yang enggan mencantumkan peringatan bergambar pada kemasan rokok. Lebih dari itu, ketidaktegasan pemerintah tersebut dianggap merupakan pembiaran yang disengaja.
Hal itu disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Menurut dia, Pemerintah memiliki hak untuk menindak tegas perusahaan rokok yang nakal.
"Kami menduga pihak Bea dan Cukai main mata dengan perusahaan rokok," kata Tulus kepada Republika, Rabu (20/8).
Dugaan itu berlandakan adanya aturan main yang jelas yang telah ditetapkan pemerintah. Kata Tulus, perusahaan yang tidak menjalankan aturan dapat dikenai hukuman pidana hingga dua tahun dan denda Rp 2 miliar. Bahkan jika memang diperlukan, pemerintah bisa menutup perusahaan tersebut.
Menurut dia, semestinya Bea dan Cukai tidak memberikan izin penjualan rokok bagi perusahaan yang tidak mengikuti aturan. "Aturannya kan jelas, perusahaan yang tidak taat aturan tidak boleh diedarkan," kata Tulus.
Hingga saat in, pengawasan terhadap pemasangan peringatan bergambar berada di tangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, kata dia, BPOM memiliki kewenangan terbatas. Kewenangan BPOM, kata dia, hanya memperingatkan tanpa melakukan tindakan yang lebih.
Dia menduga, alasan pemerintah yang belum membentuk badan khusus untuk menerima rekomendasi dari BPOM hanya alasan semata. Kata dia, tanpa harus menunggu lembaga khusus, pemerintah bisa menertibkan pengusaha rokok melalui pihak Bea dan Cukai.
Dia menilai, alasan masih beredarnya stok lama di kalangan masyarakat merupakan alasan yang dibuat-buat. Sebab peraturan pemerintah mengenai penyertaan peringatan bergambar telah disosialisasikan sejak lama.
YLKI menduga rokok tanpa gambar masih diproduksi dan diedarkan oleh pengusaha dengan "persetujuan" Bea dan Cukai. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya rokok tanpa peringatan bergambar di kalangan masyarakat.
Kendati demikian, Tulus menganggap pemantauan terhadap industri rokok yang dilakukan BPOM telah maksimal. Dia juga memuji Kementerian Kesehatan yang telah kampanye kesehatan dengan luas. "Mereka sudah melakukan bekerja secara maksimal," ujar Tulus.
Dari data yang dikeluarkan BPOM, terdapat Sebanyak 2.682 industri rokok belum menyertakan peringatan bergamba. Padahal penerapan Pictorial Health Warning/PWH tersebut merupakan kewajiban kalangan industri rokok.
Dari 3.555 item rokok, hanya 873 item atau sebanyak 24.56 persen yang mematuhi aturan main dari pemerintah. Sementara sisanya 75.44 persen masih belum mengikuti aturan tersebut.
Angka tersebut merupakan hasil pengawasan BPOM terhadap 291 sarana perindustrian rokok sejak akhir Juni hingga 13 Agustus lalu. Sebanyak 214 produsen rokok, 40 distributor, 35 retail dan 2 importir telah diaudit BPOM.